Monday, April 12, 2010


Ustadz Abu Ashim.LC

Kata tazkiyah berarti mensucikan atau membersihkan. Karena itulah sedekah harta dinamakan Zakat harta . Tujuannya adalah dengan dikeluarkannya hak Allah Ta`ala dari harta itu ia menjadi suci dan bersih. Dari kata tazkiyah dikenallah istilah Tazkiyah An-Nafs yang bermakna membersihkan Jiwa . dari setiap kotoran dan peningkatannya menuju kemuliaan akhlak. Hal ini merupakan salah satu tujuan penting diutusnya Nabi Muhammad Shollahu alaihi wasallam yang juga merupakan salah satu rukun kenabian beliau. Firman Allah:
هُوَ الَّذى بَعَثَ فِى الأُمِّيّۦنَ رَسولًا مِنهُم يَتلوا عَلَيهِم ءايٰتِهِ وَيُزَكّيهِم وَيُعَلِّمُهُمُ الكِتٰبَ وَالحِكمَةَ وَإِن كانوا مِن قَبلُ لَفى ضَلٰلٍ مُبينٍ

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”( QS. Al-Jum`ah:2 )

Karenanya siapapun yang mengharapkan surga dan takut neraka serta mengharapkan kebahagiaan hakiki mesti memperhatikan kebersihan hatinya. Sebab Allah juga telah menggantungkan kebahagiaan seorang hamba kepada tazkiyah an-nafs ini. Sampai Allah bersumpah sebanyak 11 kali secara beruntun di dalam Al-Qur`an untuk memastikan hal tersebut. Firman Allah:
وَالشَّمسِ وَضُحىٰها ﴿١﴾ وَالقَمَرِ إِذا تَلىٰها ﴿٢﴾ وَا
إِذا جَلّىٰها ﴿٣﴾ وَالَّيلِ إِذا يَغشىٰها ﴿٤﴾لنَّهارِ وَالسَّماءِ وَما بَنىٰها ﴿٥﴾ وَالأَرضِ وَما طَحىٰها ﴿٦﴾ وَنَفسٍ وَما سَوّىٰها ﴿٧﴾ فَأَلهَمَها فُجورَها وَتَقوىٰها ﴿٨﴾ قَد أَفلَحَ مَن زَكّىٰها ﴿٩﴾ وَقَد خابَ مَن دَسّىٰها ﴿١٠

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS.As-Syams:1-10) [1]

Ternyata kecukupan materi dan kemajuan teknologi yang kita saksikan belakangan ini tidak menjamin kebahagiaan hidup. Bahkan fakta berbicara lain, bahwa kegalauan hidup dan kekeringan jiwa menjadi fenomena yang menjamur di mana-mana. Manusia saat ini lebih mengedepankan alam materi, yang menjadikan mereka bak robot yang otaknya hanya terperas demi uang. Sementara kebutuhan rohani berupa pengajaran agama, tauhid, pendidikan ruhiyah, tazkiyah bagi jiwa seakan tak mendapat porsi bagi waktu-waktu mereka.[2] Mereka tertipu dengan kesenangan Al-Wahmiayah ( semu ) dan lupa dengan kesenangan yang hakiki dan abadi. Firman Allah ta`ala:
يَعلَمونَ ظٰهِرًا مِنَ الحَيوٰةِ الدُّنيا وَهُم عَنِ الءاخِرَةِ هُم غٰفِلونَ

Mereka Hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS.Arrum: 7 )

Mereka hanya terpaku dan yakin pada sebab-sebab yang zhohir. Tidak yakin kepada zat yang menjadikan sebab akibat dan yang berkuasa terhadap apa saja. Sehingga hati mereka dan cenderung hanya mencari dunia dan gemerlapnya yang fana, lalai dari akhirat, tidak mengharap Surga, tidak takut Neraka, perjumpaan dengan Allah tidak menggetarkannya. Sungguh inilah kelalaian yang nyata dan pertanda kecelakaan yang abadi.
Anehnya dari jenis manusia seperti ini ada yang kecerdikan dan kamahirannya terhadap hal yang bersifat duniawi dapat mencengangkan akal dan menakjubkan bagi orang-orang yang punya pikiran. Mereka mencetuskan berbagai teknologi mutakhir, pembangkit listrik, sarana komunikasi dan tranportasi, serta yang lainnya. Sehingga merekapun bangga dengan otak dan kemampuan yang Allah mudahkan bagi mereka. Merekapun memandang orang lain dengan pandangan remeh dan hina. Tetapi ternyata mereka juga adalah manusia paling bodoh terhadap diin ( agama ) mereka, orang paling lalai terhadap akhirat mereka, lupa kepada Allah sehingga Allahpun membuat mereka lupa terhadap diri mereka sendiri, sungguh mereka itulah orang – orang yang fasik.[3]

Perhatikanlah siksa demi siksa yang Allah timpakan bagi mereka akibat lalai mentazkiyah hati mereka dan mengikuti hawa nafsu saja, Allah ta`ala berfirman :
وَلا تُطِع مَن أَغفَلنا قَلبَهُ عَن ذِكرِنا وَاتَّبَعَ هَوىٰهُ وَكانَ أَمرُهُ فُرُطًا

“ …dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS.Alkahfi:28 )

Diantara siksa yang Allah berikan kepada mereka yang lalai dari peringatan dan mengingat Allah adalah : Hati yang selalu sibuk. Selalu lalai yang menjadikan lupa akan hal-hal yang bermanfaat baginya. Kemudian urusannya kacau balau. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Lihatlah mereka, kalau otak sudah sibuk, fisik selalu maksiat, lalu lalai dari tugas yang sebenarnya apa lagi penderitaan yang kurang dari ini.[4]

Barang kali sebagai bahan renungan, setiap kita mungkin telah tahu kemajuan dan kemakmuran Negara Swiss, negara ini termasuk salah satu negara terkaya di dunia. Fakta mencengangkan ternyata negara ini adalah negara dengan kasus bunuh diri terbanyak. Akankah mereka tega membunuh diri mereka jikalau mereka mendapatkan kebahagiaan yang hakiki? Ataukah memang mereka bunuh diri untuk mengakhiri kegalauan dan penderitaan batin yang mereka rasakan? Tentu jawabanya ialah karena ingin menyudahi penderitaan batin yang mereka alami. Kasihan memang.

Kemudian kita semua mungkin masih ingat krisis moneter yang melanda negeri kita yang tercinta ini. Persisnya pada tahun 1998/1999 di penghujung Era Orde Baru. Dimana harga Rupiah terhadap Dollar US. sekitar 14,000 rupiah. Keributan, demonstrasi, penjarahan merupakan pemandangan sehari-sehari. Parahnya lagi, yang barang kali luput dari perhatian sebagian kita yaitu penuhnya rumah sakit jiwa saat itu. Siapakah yang memenuhi rumah-rumah sakit tersebut? orang miskin atau para buruh? ternyata tidak, mereka adalah orang-orang kaya, para konglomerat kelas atas. Benarlah firman Allah Ta`ala yang berbunyi :
الَّذينَ ءامَنوا وَتَطمَئِنُّ قُلوبُهُم بِذِكرِ اللَّهِ ۗ أَلا بِذِكرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ القُلوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.( QS.Ar-Ro`du: 28 )

ٍMakna ( Tathmainnu Qulubuhum ) Hati mereka jadi tenteram ialah : lenyaplah kegoncangan dan kecemasan dari hati mereka, kemudian Allah gantikan dengan kedamaian, kesenangan serta kelapangan pada batin mereka.[5]

Adapun orang-orang yang jauh dari pedoman hidup yang benar ( Islam ) dan jauh dari tuntunan Allah dan Rasulnya maka mereka merasakan kegoncangan hati, putus asa, tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Kecendrungan terjadinya stress pada diri mereka sangat tinggi. Hidup tidak berkah, itu semua merupakan salah satu siksa dari Allah pada mereka di dunia. Adapun orang beriman Allah akan menjadikah kekayaan pada hati mereka, bagaikan perbendaharaan harta yang tidak ada habisnya. Sabda Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam :
من كانت الآخرة همه جعل الله غناه في قلبه وجمع له شمله وأتته الدنيا وهي راغمة، ومن كانت الدنيا همه جعل الله فقره بين عينيه وفرق عليه شمله ولم تأت من الدنيا إلا ما قدر له . رواه الترميذي وابن ماجه

“ Barang siapa yang mengharapkan akhirat, Allah akan menjadikan kekayaan di hatinya dan menghimpun seluruh urusannya bagi dia, serta dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Adapun siapa yang mengharapkan dunia, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan mencerai beraikan urusannya, serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang sudah ditakdirkan baginya”. ( Riwayat Tirmidzi dengan riwayat yang dhoif, tetapi diperkuat dengan haitds serupa riwayat Ibnu Majah, dalam Az-Zuhd II/1375 dengan lafal yang berbeda)

Demikianlah, kalau seandainya para Raja pun mengetahui kelezatan dan kesenangan (batin) yang didapatkan para Ulama, niscaya mereka akan merampas kesenangan tersebut dari para Ulama sekalipun dengan pedang-pedang mereka. Hal tersebut adalah dikarenakan Allah tidak akan memberikan kesenangan, keberkahan hidup, kepuasan batin kecuali kepada kekasih dan para walinya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: Demi Allah tidak akan pernah memasukan ke surga akhirat orang yang tidak pernah merasakan surga dunia. Maksud beliau surga dunia ialah kelezatan batin yang didapatkan seseorang tatkala sedang melakukan ketaatan kepada Allah ta`ala. Hal ini senada dengan apa yang dikatan Imam An-Nawawi Rahimahullah tatkala mentafsirkan Hadits Rasululloh Shollallahu alaihi wasallam yang berbunyi:
ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه ، كما يكره أن يقذف في النار . رواه البخاري ومسلم

“ Ada tiga poin barang siapa ada padanya akan merasakan manisnya iman : Allah dan Rasulnya lebih ia cintai dari selain keduanya, mencintai seseorang karena Allah, benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah mengeluarkannya dari kekufuran tersebut, sebagaimana bencinya apabila ia dicampakkan kedalam neraka.” ( HR.Bukhori no :16. dan Muslim no:43 )

Makna “ Halawatul Iman” ( Manisnya iman ) kata beliau ialah: Merasakan kelezatan ibadah dan sabar menanggung kesusahan ibadah ” . [6] Sehingga dia meyakini dan merasakan kedamaian dan kesejukan batin hanya kalau berada di samping Allah dan berkholwat dengannya, dengan melalui menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Kesengsaraan dan kecelakaan sangat terasa tatkala jauh dari sang Kholiq dan juga tatkala meninggalkan perintah atau melanggar larangan-Nya.Renungkan juga firman Allah:
وَمَن أَعرَضَ عَن ذِكرى فَإِنَّ لَهُ مَعيشَةً ضَنكًا وَنَحشُرُهُ يَومَ القِيٰمَةِ أَعمىٰ ﴿١٢٤﴾ قالَ رَبِّ لِمَ حَشَرتَنى أَعمىٰ وَقَد كُنتُ بَصيرًا ﴿١٢٥﴾ قالَ كَذٰلِكَ أَتَتكَ ءايٰتُنا فَنَسيتَها ۖ وَكَذٰلِكَ اليَومَ تُنسىٰ ﴿١٢٦

“ Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”.

Allah berfirman: “Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan “( QS.:Thoha : 124-126 )

Demi Allah, Siksaan batin yang dirasakan orang Kafir didunia ini bila dibandingkan dengan `adzab Allah di akhirat nanti belum ada apa-apanya. Masih dikatakan dunia ini adalah surga bagi mereka (Semoga Allah melindungi kita dari azabnya) jika dikiyaskan dengan penderitaan yang Allah akan timpakan bagi mereka diakhirat berupa `Azab kubur, Api neraka dan lainya. Sementara bagi seorang mukmin dunia ini laksana penjara sekalipun ia berada diatas kemewahan duniawi. Kalau memang dibandingkan dengan kesenangan yang Allah Ta`ala siapkan bagi orang-orang yang beriman diakhirat kelak. Seperti nikmat kubur, nikmat surga, terlebih lagi jika melihat Wajah Yang Maha Rohman Jalla Wa`ala.

Jangan sampai kita digolongkan kepada orang-orang yang seperti disebutkan dalam Firman Allah, yaitu yang di akhirat kelak penuh dengan penderitaan dan penyesalan :
وَهُم يَصطَرِخونَ فيها رَبَّنا أَخرِجنا نَعمَل صٰلِحًا غَيرَ الَّذى كُنّا نَعمَلُ ۚ أَوَلَم نُعَمِّركُم ما يَتَذَكَّرُ فيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجاءَكُمُ النَّذيرُ ۖ فَذوقوا فَما لِلظّٰلِمينَ مِن نَصيرٍ

“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ‘Ya Rabbi, keluarkanlah kami. niscaya kami akan mengerjakan amalan saleh berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan.’ Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup bagi orang yang mau berpikir?! Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.” (QS: Faathir: 37)

Seandainya kita mau berpikir betapa mengerikannya hari-hari itu sehingga kita merenungkan jalan hidup kebanyakan manusia di dunia yang kita lihat selama ini, niscaya kita akan sadar betul bahwa ternyata masih banyak di antara kita yang telah terlena dengan keindahan dunia yang semu ini dan lupa bahwa setelah kehidupan dunia yang sementara ini masih ada kehidupan lain yang kekal abadi yang lamanya satu hari di sana sama dengan 50 ribu tahun di dunia!

Kita telah terlena dengan gemerlapnya dunia dan lupa untuk beribadah kepada Allah dan beramal saleh. Padahal pada hakikatnya kita hanya diminta untuk beramal selama 30 tahun saja! Tidak lebih dari itu. Suatu waktu yang amat singkat!

Ya, kalaupun umur kita 60 tahun, sebenarnya kita hanya diminta untuk beramal selama 30 tahun saja. Karena umur yang 60 tahun itu akan dikurangi masa tidur kita di dunia yang jika dalam satu hari adalah 8 jam, berarti masa tidur kita adalah sepertiga dari umur kita yaitu : 20 tahun. Lalu kita kurangi lagi dengan masa kita sebelum balig, karena seseorang tidak berkewajiban untuk beramal melainkan setelah ia balig, taruhlah jika kita balig pada umur 10 tahun, berarti umur kita hanya tinggal 30 tahun!

Subhanallah, bayangkan, pada hakikatnya kita diperintahkan untuk bersusah payah dalam beramal saleh di dunia hanya selama 30 tahun saja! Alangkah naifnya jika kita enggan bersusah payah selama 30 tahun di dunia untuk beramal saleh, sehingga akan berakibat kita mendapat siksaan yang amat pedih di akhirat selama puluhan ribu tahun.[7] Maka janganlah kita menjual akhirat kita dengan harga dunia. Selayaknya kita justru membeli akhirat kita dengan segala apa yang kita miliki di dunia ini.

Wallohu A’alam Bishowab.

Sumber: Majalah As-Saliim edisi 1,Agustus 2008

______________

Maroji’:

[1] Manajemen Qalbu Para Nabi menurut al-Qur`an dan as-Sunnah, Syekh Salim Bin Ied al-Hilali hal: 33.

[2] Lihat Mukoddimah terjemah Tazkiyatun Nufus, Imtihan As-Syafi`I hal: V.

[3] Taisirul Karimir Rahman Fi taafsiri Kalamil Mannan, Syekh Abd.Rahman as-Sa`di hal : 748. dengan penyesuaian.

[4] Lihat Tazkiyatun Nufus watarbiyatuha kama yuqorriruha Ulamau As-Salaf, Dr.Ahmad Farid hal: 38.

[5] Fiqh ad`iyah wal-adzkar, Syekh Abdur Rozzaq Abdul Muhsin Badr hal: 17.

[6] Fathul majid lisyarhi Kitab at-Tauhid, Abdirrohman Bin Hasan Bin Muhammad Bin Abdil Wahhab hal: 388.

[7] Kutipan dari Makalah : Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc. yang beliau ambil dari satu nasihat yang disampaikan Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-’Abbad .
Tags: Tazkiyatun Nafs, Ust Abu Ashim

No comments:

Post a Comment