Wednesday, May 26, 2010




Adab Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam



Saudariku, bukalah sejenak mushaf Al-Qur’an dan pergilah untuk menyelami surat As-Syu’araa’ ayat 78-81 dan ayat 83-86. Didalam surat itu terdapat do’a Nabi Ibrahim kepada sang pencipta Al-Khaliq. Betapa indahnya dan santunnya nabi kita Ibrahim ‘alaihissalam sang kekasih Allah ketika berdo’a dan meminta kepada-Nya. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada Sang Pengabul Permintaan. “Allah-lah yang telah menciptaka aku, dan Dialah yang memberi hidayah kepadaku, dan Dialah zat yang memberi makanan untukku dan memberi minuman kepadaku, dan apabila aku sakit maka Dia juga yang menyembuhkan sakitku, dan Allah-lah zat yang mematikan aku, dan juga zat yang menghidupkan aku (kembali), dan Dia pulalah zat yang aku berharap akan mengampuni dosa-dosaku pada hari pembalasan.” (Qs. Asy-Syu’ara: 78-80) Dalam ayat ini terdapat contoh bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa. Beliau memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada sang Khaliq. Sanjungan pertama mengatakan bahwa Allah adalah sang pencipta sekaligus sang pemberi petunjuk (hidayah dalam masalah agama), yang kedua adalah Dia-lah yang memberikan makanan dan minuman, yang ketiga adalah yang memberi kesembuhan dari berbagai penyakit, yang keempat adalah yang menghidupkan dan mematikan dan yang kelima adalah zat yang mengampuni dosa. Kemudian beliau mengajukan lima permohonan. “Ya Allah berilah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku dari bagian orang-orang sholeh. Dan jadikanlah untukku menjadi manusia yang dipuji-puji banyak orang pada generasi setelahku. Ya Allah jadikan aku penghuni surga yang penuh kenikmatan. Dan ya Allah ampunilah ayahku, sesungguhnya dia orang yang tersesat. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari manusia dibangkitkan.” (Qs. Asy-Syu’ara 83-86) Allah mengabulkan semua permohonan nabi Ibrahim kecuali satu saja. Berkaitan dengan permohonan pertama yaitu meminta ilmu maka Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 54 yang artinya, “Maka sungguh telah kami berikan kepada keluarga Ibrahim kitab suci yaitu ilmu.” Demikian pula Allah telah berfirman dalam surat Yusuf ayat 101 yang artinya, “Sesungguhnya Ibrahim di akhirat termasuk orang-orang yang sholeh.” Kemudian permohonan yang kedua telah Allah jelaskan dalam surat Shaafaat ayat 108 yang artinya, “Dan kami tinggalkan Ibrahim pujian yang baik dan ucapan yang baik bagi orang-orang setelahnya.” Permohonan yang ketiga telah Allah respon positif pula yaitu dalam surat Huud ayat 73 yang artinya, “Rahmat Allah dan keberkahan Allah untuk kalian wahai keluarga Ibrahim.” Akan tetapi berkaitan dengan permohonan yang keempat, Allah nyatakan tidak dapat dikabulkan yaitu diterangkan dalam surat At-Taubah ayat 114 yang artinya “Dan Ibrahim meminta maaf pada Allah tentang permohonan ampunan untuk ayahnya. Maka tatkala telah jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah maka Ibrahim berlepas diri darinya.” Kesimpulan Maka adab do’a nabi Ibrahim ‘alaihissalam yaitu: Menyanjung dan memuji Allah sang pencipta alam semesta sebelum memulai do’anya. An-Nawawii dalam kitabnya al-Adzkaar menyebutkan bahwasanya perjalanan Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh jika meminta hajat kepada Allah subhanahu wa ta’alaa, sebelum berdoa mereka bersegera untuk berdiri di hadapan Robbnya, lalu merapatkan telapak kaki mereka kemudian menghamparkan telapak tangan mereka dan mereka meneteskan air mata di pipi mereka. Maka mereka memulai dari bertobat dari maksiat dan membebaskan dari penyimpangan dari aturan syari’at dan mereka sembunyikan kekhusyuan dari hati mereka. Dan mereka merendahkan diri di hadapan Allah subhanahu wa ta’alaa. Lalu mereka menyanjung sesembahan mereka, mensucikan-Nya, dan mengagungkan-Nya, dan menyanjung dengan sanjungan-sanjungan yang menjadi hak-Nya. Baru setelah itu mereka bersemangat untuk berdoa. Tidak menisbatkan keburukan pada Allah subhanahu wa ta’alaa. Sebagaimana nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit yang merupakan ciptaan Allah kepada Allah. Hal ini karena nabi Ibrahim merupakan hamba yang sangat santun, sopan serta beradab terhadap Robb-nya, sehingga dapat dilihat pada do’a diatas bahwa nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit kepada-Nya. Beliau berkata “Dan jika aku sakit, maka Alallah yang menyembuhkan aku”, tidak berkata “dan Ia lah Zat yang maha memberi sakit.” Walaupun senyatanya hal ini adalah benar, bahwasanya Allah-lah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Namun, hendaklah seorang hamba mengetahui dapat bersikap sopan, santun dan beradab terhadap Robb-nya. Allah telah memuliakan umat ini dengan mengajari umat ini do’a semisal do’a nabi Ibrahim. Allah turunkan surat al-Fatihah untuk umat Muhammad shallallaahhu ‘alaihi wa sallam yang Allah mulai surat ini dengan sanjungan dan pengagungan sampai wa’iyaaka nasta’in ,sedangkan sisanya adalah do’a. Maka surat al-Fatihah adalah dalil diantara adab berdo’a adalah menyanjung Allah dahulu baru berdo’a dan meminta kepada Allah. Duhai saudariku, seorang muslimah yang sholihah selalu memperhatikan amal dan perbuatan yang ia lakukan. Terlebih lagi dalam masalah berdo’a. Hendaknya kita beradab dalam melakukan do’a kepada Rabb Kita Tuhan Pencipta Alam Semesta, Penguasa Hari Pembalasan, dengan mencontoh do’a yang telah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an. Semoga Allah beri taufik kepada kita semua agar dapat mengamalkan ilmu yang telah kita dapat ini.

Penyusun: Ummu Zubaidah Putrisia Hendra Ningrum Adiaty Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Maroji’: * Al-Qur’an Al-Karim * Syarah Hisnul Muslim min Adkaari Alkitaabi wa Assunnati, buah karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qathani dengan pensyarah Majdi bin ‘Abdul Wahab Ahmad. hal. 22-23 * Rekaman Kajian Sabtu-Minggu pagi “Syarah Hisnul Muslim” oleh Ustadz Aris Munandar dengan penyelenggara takmir Masjid Al-Ashri Pogung Rejo ***

ROMANTIKNYA RASULULLAH BERSAMA ISTERINYA

Daripada Aisyah Ummul Mukminin yang berkata :
كنت أرجل رأس رسول الله وأنا حائض

"Aku pernah menyikat rambut Rasulullah dalam keadaan aku sedang haid."


(Hadis sahih riwayat Bukhari di dalam Kitab Pakaian dan Dikeluarkan oleh Muslim di dalam kitab Haid, no. 297 dan juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibn Majah) Rasulullah sebagai seorang suami, membiarkan rambutnya disikat oleh si isteri, bagaimanakah dengan tingkah laku suami-suami Islam hari ini ? Aisyah sebagai seorang isteri, sedia menyikat rambut si suaminya dengan penuh romantik, wujudkah lagi isteri-isteri yang solehah yang membelai dan menyikati rambut suami masing-masing ? Nampak mudah, tetapi praktiknya sangatlah payah. Indah sungguh rumahtangga mereka. Selamat mencuba...!

Butakah cinta ini?


Apabila cinta manusia menjadi buta,

Manusia lupa akan Tuhannya,

manusia lupa asal-usulnya,

apabila cinta manusia menjadi buta,

manusia lupa mengapa Tuhan menciptakannya,

apabila cinta manusia menjadi buta,

manusia tidak kenal lagi siapa Tuhannya,

maka berlakulah kerosakan merata-rata,

manusia tidak takut akan Tuhannya,

kerana cinta manusia sudah buta.

Benarkah cinta itu buta?

Cinta tidak buta bila ia mengajak manusia kepada Tuhannya,

Cinta membawa manusia mengenal akan Tuhannya,

Siapa penciptanya,

Siapakah dirinya,

Mengenalkan manusia akan tugas-tugasnya,

Sebagai hamba Tuhannya,

Mencintai saudaranya kerana Tuhannya,

Cinta tidak buta apabila ia mengenal Tuhannya,

Ia tahu membezakan mana permata mana yang kaca,

Ia tidak mudah tertipu dengan perhiasan dunia,

Kerana cinta itu tidak buta,

Tetapi manusialah yang buta!

Bukan cinta.

Celiklah manusia,

Cintailah Tuhannya,

Nescaya manusia akan mencintainya…

Friday, May 21, 2010

Tatkala Ustaznya Menjadi Nabi/Rasul

Akhir-akhir ini, seringkali aku bertemu dengan insan-insan tertentu lalu berbicarakan sesuatu. Jika sebelumnya, aku lebih pendiam. Tapi, kini aku kurang lagi bersifat seperti itu.

Aku lebih gemar untuk memulakan bicara apabila ketemu dengan sesiapa sahaja.

Ketika mahu bersolat pun aku berani untuk membuka bicara dengan jama’ah/makmum yang bersebelahan. Aku mengatakan, “Abang, rapatkan lagi saf kita ni. Kita sentuhkan dan rapatkan kaki kita. Jangan biarkan celah antara kita ni kosong.”

Begitulah antara script yang aku mulakan dalam bicara.

Setelah habis solat, abang tu kata, “Kenapa nak rapat-rapat? Tak selesa lah.”

Aku katakan, ada hadis nabi yang memerintahkan kita supaya berbuat begitu. Lalu abang tu pun berkata, “Emm, kalau macam tu, kenapa ustaz-ustaz tak de yang pernah cakap pun hal ni? Saya banyak kali juga solat bersebelahan dengan ustaz-ustaz, tapi diorang tak kata apa pun?”

Aku menjawab, “Emm, kita dalam beragama ni kena ikut Nabi abang. Bukan ikut ustaz. Ustaz tu ada kala tahu, ada kala tak tahu juga. Biasalah abang, kita sama-sama manusia kan... Dia juga bukannya nabi kan? Oh, ye. Kalau abang berminat nak tahu hal ni dengan lebih lanjut, nanti esok kita boleh jumpa lagi, nanti saya bawakkan fakta-fakta tentang saf ni.”

Abang tersebut menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih.

Begitulah yang sering berlaku di kalangan masyarakat kita. Tatkala berlaku sesuatu perselisihan dan perbezaan dalam soal agama sahaja, mereka akan mendakwa-dakwi dengan “Eh! Ustaz aku kata macam ni.”

Walaupun kita kata, “Ini ada hadis nabi saudara dalam persoalan ini”, “Tapi kan saudara, Nabi kata bukan macam tu, Nabi kata, macam ni...”

Mereka tetap juga berkata, “Maaflah, saya lebih yakin dengan ustaz yang saya telah belajar dengannya.”

Saya juga bertanya, “Ada dalilnya tak?”

Mereka lantas terdiam, kemudian mengatakan, “Mestilah ada, takkan ustaz saya tak tahu...”

Sungguh mengejutkan, rupa-rupanya sudah ramai nabi-nabi baru yang dilahirkan zaman ini yang mewarisi sifat kemaksuman dan pembawa syari’at yang baru!

Maka, renung-renunglah ayat Allah ini (maksudnya),

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam) kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.”

(Surah al-Hasyr, 59: 7)

___________________________________________________________________

Source: http://an-nawawi.blogspot.com/2008/09/tatakala-ustaznya-menjadi-nabirasul.html

♥ LA TAHZAN BLOG: http://www.latahzan00.blogspot.com/

Jangan Biarkan Amalan Berlalu Sia-Sia


Salah satu tujuan utama dalam beramal adalah mendapat pahala dari Allah ta’alla, lantas bagaimana jika amalan yang sangat diharapkan sebagai tabungan diakherat ternyata ‘kopong’ alias sia-sia dan tak tertulis sabagai amalan?

Bagaimana mungkin amalan akan diterima tatkala kita tidak mengetahui cara agar

amalan bisa diterima dan mendapat ridho dari Allah? Apalagi jika barometer kesuksesan dalam beramal tatkala mendapat pujian belaka. Tak dapat diragukan lagi walaupun lisan ini mengatakan ‘Aku ikhlas’ namun ikhlas tak semudah hanya ucapan saja dan malahan perlu dicek lagi arti keikhlasannya. Baiklah marilah kita berusaha mengetahui kaidah-kaidah dalam beramal agar amalan kita tidak sia-sia. Dan ingatlah tak ada satu detik waktupun menjadi sia-sia dan berakhir penyesalan jika segera diikuti dengan taubat dan membenahi cara beramal dengan benar.

Amalan tidak lepas dari 2 hal yaitu ikhlas dan ittiba’.

1. Ikhlas adalah niat dalam beramal, dan ikhlas merupakan ruh bagi amalan. Dalilnya,

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” (Muttafaqun’alaihi)
2. Yang kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ittiba’ ini laksana jiwa bagi amalan. Allah ta’ala berfirman,

“Kataknlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran:31)

Kedua syarat tersebut jangan sampai tercecer, karena jika salah satu syarat hilang maka ia tidak benar (bukan amal shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah, diantara dalil yang memperkuat pernyataan tersebut,

“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Qs. AL Kahfi: 110)

Tidak Ikhlas Namun Ittiba’

Misalnya, melakukan shalat sesuai dengan rukun-rukun shalat yang telah dicontohkan Rasulullah, namun ditengah perjalanan shalat tersebut, ada orang yang melihat dan hati timbul rasa ingin memperbagus gerakan, memperlama waktu shalat, dll. Nah inilah perlu dipertanyakan keikhlasan shalatnya. Apakah shalat hanya mengharap wajah Allah ataukah disertai pula mengharap pujian orang lain?

Ikhlas Namun Tidak Ittiba’

Misalnya, mencari berkah dikuburan, mengkhususkan membaca surat yasin selama 7 hari setelah kematian. Mungkin mereka ikhlas melakukannya, namun sayangnya tidak ada contoh dari Rasulullah dan perbuatan tersebut bisa dikatakan bid’ah.

Pada artikel ini penulis akan lebih memperinci mengenai syarat yang pertama yaitu berkaitan dengan keikhlasan. Hendaknya dalam beramal selain mengetahui syarat-syarat beramal juga mengetahui bagaimana caranya agar dapat mewujudkan syarat-syarat tersebut dengan mudah.

Untuk mewujudkan keikhlasan dalam beramal ada beberapa cara :

1. Do’a. Berdo’alah agar setiap amalan ikhlas karena Allah. Sebagai manusia tak lepas dari riya’, pamer dan suka dipuji. Khalifah besar seperti Umar Ibnul Khattab radhiyallahu’anhum yang merupakan shahabat Rasul dan sudah dijanjikan surga kepadanya pun masih saja berdoa agar ikhlas dalam beramal. “Ya Allah jadikanlah amalku shalih semuanya dan jadikanlah ia ikhlas karena-Mu dan janganlah Engkau jadikan untuk seseorang dari amal itu sedikitpun.”

2. Menyembunyikan amal. Sembunyikan amal seperti menyembunyikan keburukan, seperti perkataan Bisyr Ibnul Harits berkata, “Jangan kau beramal supaya dikenang. Sembunyikanlah kebaikanmu seperti kamu menyembunyikan kejelekanmu.”

3. Memperhatikan amalan mereka yang lebih baik. Bacalah biografi-biografi dari para shahabat, tabi’in serta orang-orang terdahulu, sebagai suri teladan dalam beramal. Karena hidup di jaman sekarang ini terkadang dari penampakan terlihat bagus dan banyak yang meneladani, namun ternyata amalan-amalan bid’ah yang dilakukannya. Na’udzubillahi min dzalik

4. Memandang remeh apa yang telah diamalkan. Terkadang manusia terjebak dengan godaan setan, yaitu melakukan sedikit amal dan merasa kagum dengan sedikit amal tersebut. Dan akibatnya bisa fatal, karena bisa jadi satu amal kebaikan bisa memasukkan manusia ke neraka. Seperti perkataan Sa’d bin Jubair, “Ada seseorang yang masuk surga karena sebuah kemaksiatan yang dilakukannya dan ada yang masuk neraka karena sebuah kebaikan yang dilakukannya. Seseorang yang melakukan maksiat setelah itu ia takut dan cemas terhadap siksa Allah karena dosanya, kemudian menghadap Allah dan Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya dan seseorang berbuat suatu kebaikan lalu ia senantiasa mengaguminya kemudian ia pun menghadap Allah dengan sikapnya itu maka Allah pun mencampakkannya ke dalam neraka.

5. Khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima. Poin ini berkaitan dengan poin sebelumnya, bahwa lebih baik menganggap remeh amal yang telah diperbuat agar dapat menjaga hati ini dari rasa kagum terhadap amal yang telah diperbuat.

6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang. Orang yang mendapat taufik adalah orang yang tidak terpengaruh dengan pujian orang. Ibnul Jauzy (Shaidul Khaathir) berkata, “Bersikap acuh terhadap orang lain serta menghapus pengaruh dari hati mereka dengan tetap beramal shaleh disertai niat yang ikhlas dengan berusaha untuk menutup-nutupinya adalah sebab utama yang mengangkat kedudukan orang-orang yang mulia.”

7. Senantiasa ingat bahwa surga dan neraka bukan milik manusia. Manusia tidak dapat memberikan manfaat maupun menimpakan bencana kepada manusia, begitu pula manusia bukanlah pemilik surga maupun neraka. Manusia tidak bisa memasukkan manusia lain ke surga dan mengeluarkan manusia lain keluar dari neraka,lantas untuk apalagi beramal demi manusia, agar dipuji atasan, agar disanjung mertua, atau agar datang simpati dari manusia lain?

8. Ingatlah bahwa Anda akan berada dalam kubur sendirian. Jiwa akan menjadi lebih baik tatkala ingat tempat ia kembali. Bahwa ia akan beralaskan tanah dikuburnya sendiri, tak ada yang menemani, ingat bahwa manusia tidak dapat meringankan siksa kuburnya, seluruh urusannya berada ditangan Allah. Ketika itulah ia yakin bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali dengan mengikhlaskan seluruh amalnya hanya kepada Allah Yang Maha Pencipta semata.


Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah untuk mengamalkan ilmu dengan disertai keikhlasan dalam mengamalkannya tersebut. Ingatlah bahwa hanya Allah yang dapat membolak-balikkan hati hamba-Nya.


Disusun ulang oleh: Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari Muroja’ah: Ust. Aris Munandar Rujukan: Ikhlas Syarat Diterimanya Ibadah, penerbit Pustaka Ibnu Katsir Langkah Pasti Menuju Bahagia, penerbit Daar An Naba’ Sucikan Iman Anda dari Noda Syirik dan Penyimpangan, penerbit Putaka Muslim

Sunday, May 9, 2010

Ciri – Ciri Wanita Penghuni Neraka

Ciri – Ciri Wanita Penghuni Neraka
Filed Under: DEENUL ISLAM, SYURGA DAN NERAKA by zahraannur — 20 Komen
Februari 20, 2007



Saudariku Muslimah

Suatu hal yang pasti bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan. Surga diciptakan-Nya sebagai tempat tinggal yang abadi bagi kaum Mukminin dan neraka sebagai tempat tinggal bagi kaum musyrikin dan pelaku dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang darinya.

Setiap Muslimin yang mengerti keadaan Surga dan neraka tentunya sangat berharap untuk dapat menjadi penghuni Surga dan terhindar jauh dari neraka, inilah fitrah.

Pada Kajian kali ini, kami akan membahas tentang neraka dan penduduknya, yang mana mayoritas penduduknya adalah wanita dikarenakan sebab-sebab yang akan dibahas nanti.
Sebelum kita mengenal wanita-wanita penghuni neraka alangkah baiknya jika kita menoleh kepada peringatan-peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an tentang neraka dan adzab yang tersedia di dalamnya dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim : 6)

Imam Ath Thabari rahimahullah menyatakan di dalam tafsirnya : “Ajarkanlah kepada keluargamu amalan ketaatan yang dapat menjaga diri mereka dari neraka.”

Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu juga mengomentari ayat ini : “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, takutlah kalian untuk bermaksiat kepada-Nya dan perintahkan keluarga kalian untuk berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kalian dari neraka.” Dan masih banyak tafsir para shahabat dan ulama lainnya yang menganjurkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka dengan mengerjakan amalan shalih dan menjauhi maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di dalam
surat lainnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah : 24)

Begitu pula dengan ayat-ayat lainnya yang juga menjelaskan keadaan neraka dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.

Kedahsyatan dan kengerian neraka juga dinyatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya beliau bersabda : “Api kalian yang dinyalakan oleh anak cucu Adam ini hanyalah satu bagian dari 70 bagian neraka Jahanam.” (Shahihul Jami’ 6618)

Jikalau api dunia saja dapat menghanguskan tubuh kita, bagaimana dengan api neraka yang panasnya 69 kali lipat dibanding panas api dunia? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.

Wanita Penghuni Neraka

Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)

Hadits ini menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.

Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang , beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.
Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radliyallahu ‘anhum :“ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda :“ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)

Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas dengan pernyataannya : “Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal.
Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)

Saudariku Muslimah … .

Jika kita melihat keterangan dan hadits di atas dengan seksama, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari penghuni Surga.

Saudariku Muslimah … . Hindarilah sebab-sebab ini semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.

1. Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan hal ini pada sabda beliau di atas tadi. Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari.
Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 76)

Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk dibesar-besarkan.

Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.

Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya.

2. Durhaka Terhadap Suami

Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin. Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1. Durhaka dengan ucapan.
2. Durhaka dengan perbuatan.
3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.

Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa tidak senang atau lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini.

Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai) tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya atau yang semisal dengan itu.

Permintaan cerai biasanya diawali dengan pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya. Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :“Wanita mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi serta selain keduanya. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 85)

Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika suami hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu.

Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar (melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram, bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu.

Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu, melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan.

Maka setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan)

Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu.

Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya.

Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya. Tetapi ingat dan sadarlah bahwa neraka menanti orang-orang yang menjalani jalan ini dan tidak mau berpaling darinya semasa ia hidup di dunia.

Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.

3. Tabarruj

Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab Al Mar’atil Muslimah halaman 120)

Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan kain yang dipakainya. Yang demikian ini sesuai dengan komentar Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah ketika menjelaskan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tersebut.
Ibnul ‘Abdil Barr menyatakan : “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di dalam Tanwirul Hawalik 3/103 )

Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan perhiasan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hal ini dalam firman-Nya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka.” (An Nur : 31)

Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”

Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah fitnahnya wanita.

Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita.
Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga.

Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri.

Wahai saudariku Muslimah … . Hindarilah tabarruj dan berhiaslah dengan pakaian yang Islamy yang menyelamatkan kalian dari dosa di dunia ini dan adzab di akhirat kelak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama dahulu.” (Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam kehidupan masyarakat negeri kita ini.

Saudariku Muslimah … .

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin.
Wallahu A’lam bish Shawwab. (Dikutip dari tulisan Muhammad Faizal Ibnu Jamil, Judul asli Wanita Penghuni Neraka, MUSLIMAH/Edisi XXII/1418/1997/Kajian Kali Ini. Url sumber http://www.geocities.com/dmgto/muslimah201/nar.htm)

Nukilan Darihttp://zahraannur.wordpress.com/2007/02/20/ciri-ciri-wanita-penghuni-neraka/
Oleh:Abu Hanzholah

Saturday, May 8, 2010


ADAKAH HARI IBU INI ADALAH SEBAHAGIAN DARIPADA AGAMA KITA?


Mari kita singkap makna sebenar Hari Ibu / Mother’s Day menurut Wikipedia : “One school of thought claims this day emerged from a custom of mother worship in ancient Greece, which kept a festival to Cybele, a great mother of Greek gods. This festival was held around the Vernal Equinox around Asia Minor and eventually in Rome itself from the Ides of March (15 March) to 18 March. The ancient Romans also had another holiday, Matronalia, that was dedicated to Juno, though mothers were usually given gifts on this day. In some countries Mother’s Day began not as a celebration for individual mothers but rather for christians.” Maksudnya di sini ialah bahawa hari ibu juga merupakan salah satu di antara perayaan yang disambut oleh orang kafir iaitu masyarakat yang beragama kristian. Greek kuno memanggilnya sebagai hari cybele iaitu ibu kepada dewa-dewa mereka. Dan Roman kuno pula meraikan hari matronalia sebagai tanda memperingati dewa juno iaitu mak kepada juventas, vulcan dan mars. Jadi persoalannya di sini, perlukah kita sebagai orang Islam untuk menyambutnya? Di dalam Islam, kita dituntut untuk menghormati ibu bapa kita setiap masa dan ketika. Bukannya hanya terhad kepada hari-hari tertentu sahaja seperti pada hari ibu atau hari bapa. Firman ALLAH Subhana Wa Ta’ala : Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ah”, dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun). Dan hendaklah engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (untuk mereka, dengan berkata): “Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.” [Surah al-Israa’, Ayat 23 hingga 24] Dr. Yusuf al-Qaradhawi pernah berkata, “Hari ibu ini timbul kerana pihak orentalis/doktrin barat memikirkan bahawa inilah cara yang terbaik untuk mereka menarik minat anak-anak remaja barat agar menghormati orang tua mereka. Umumnya kita tahu bahawa masyarakat barat amat tipis dengan adab tatasusila, jadi dengan mengadakan/mengkhususkan hari-hari tertentu sekaligus dapat memupuk remaja mereka agar menyayangi dan menghormati orang tua mereka.” Manakala masyarakat kita pula umumnya lebih cenderung dengan budaya ikut-ikutan. Sentiasa terpengaruh dan terpedaya dengan budaya orang kafir dan barat. Bila orang kafir sambut hari valentine kita pun nak sambut sama! Bila orang kafir sambut april fool, kita pun ‘fool’ sama kerana sambut hari karut tu! Bila orang kafir sambut hari ibu dan hari bapa kita pun nak buat sama! Sungguhpun perayaan ini murni dari pandangan mata kasar kita. Tapi hakikat agama Islam kita tidak pernah mensyariatkan atau menuntut umat-umatnya agar menghormati dan menyayangi orang tua mereka, suami atau isteri mahupun anak-anak mereka pada hari-hari tertentu sahaja. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda : “Sesiapa sahaja yang menyerupai sesuatu kaum itu , maka dia itu termasuk di dalam golongan mereka” [Hadits Sahih - diriwayatkan oleh Imam Abu Daud R.H dalam sunannya, Imam Ahmad Bin Hanbal di dalam musnadnya Dan Imam as-Suyuti di dalam al-Jamie’ as-Shaghir, disahihkan oleh Al-Albani] Islam adalah ‘Deen’ atau cara hidup. Ia telah merangkumi segala-galanya. Bukan hanya kehidupan untuk di dunia yang sementara ini bahkan kehidupan abadi (abadan-abadan) nun di akhirat kelak. Moga ALLAH Subhana Wa Ta’ala terus memelihara kita semua agar kekal terus dalam agamanya iaitu Islam dan mengamalkan cara hidup yang berlandaskan syariat Islam yang sebenar.