Wednesday, May 26, 2010




Adab Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam



Saudariku, bukalah sejenak mushaf Al-Qur’an dan pergilah untuk menyelami surat As-Syu’araa’ ayat 78-81 dan ayat 83-86. Didalam surat itu terdapat do’a Nabi Ibrahim kepada sang pencipta Al-Khaliq. Betapa indahnya dan santunnya nabi kita Ibrahim ‘alaihissalam sang kekasih Allah ketika berdo’a dan meminta kepada-Nya. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada Sang Pengabul Permintaan. “Allah-lah yang telah menciptaka aku, dan Dialah yang memberi hidayah kepadaku, dan Dialah zat yang memberi makanan untukku dan memberi minuman kepadaku, dan apabila aku sakit maka Dia juga yang menyembuhkan sakitku, dan Allah-lah zat yang mematikan aku, dan juga zat yang menghidupkan aku (kembali), dan Dia pulalah zat yang aku berharap akan mengampuni dosa-dosaku pada hari pembalasan.” (Qs. Asy-Syu’ara: 78-80) Dalam ayat ini terdapat contoh bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa. Beliau memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada sang Khaliq. Sanjungan pertama mengatakan bahwa Allah adalah sang pencipta sekaligus sang pemberi petunjuk (hidayah dalam masalah agama), yang kedua adalah Dia-lah yang memberikan makanan dan minuman, yang ketiga adalah yang memberi kesembuhan dari berbagai penyakit, yang keempat adalah yang menghidupkan dan mematikan dan yang kelima adalah zat yang mengampuni dosa. Kemudian beliau mengajukan lima permohonan. “Ya Allah berilah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku dari bagian orang-orang sholeh. Dan jadikanlah untukku menjadi manusia yang dipuji-puji banyak orang pada generasi setelahku. Ya Allah jadikan aku penghuni surga yang penuh kenikmatan. Dan ya Allah ampunilah ayahku, sesungguhnya dia orang yang tersesat. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari manusia dibangkitkan.” (Qs. Asy-Syu’ara 83-86) Allah mengabulkan semua permohonan nabi Ibrahim kecuali satu saja. Berkaitan dengan permohonan pertama yaitu meminta ilmu maka Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 54 yang artinya, “Maka sungguh telah kami berikan kepada keluarga Ibrahim kitab suci yaitu ilmu.” Demikian pula Allah telah berfirman dalam surat Yusuf ayat 101 yang artinya, “Sesungguhnya Ibrahim di akhirat termasuk orang-orang yang sholeh.” Kemudian permohonan yang kedua telah Allah jelaskan dalam surat Shaafaat ayat 108 yang artinya, “Dan kami tinggalkan Ibrahim pujian yang baik dan ucapan yang baik bagi orang-orang setelahnya.” Permohonan yang ketiga telah Allah respon positif pula yaitu dalam surat Huud ayat 73 yang artinya, “Rahmat Allah dan keberkahan Allah untuk kalian wahai keluarga Ibrahim.” Akan tetapi berkaitan dengan permohonan yang keempat, Allah nyatakan tidak dapat dikabulkan yaitu diterangkan dalam surat At-Taubah ayat 114 yang artinya “Dan Ibrahim meminta maaf pada Allah tentang permohonan ampunan untuk ayahnya. Maka tatkala telah jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah maka Ibrahim berlepas diri darinya.” Kesimpulan Maka adab do’a nabi Ibrahim ‘alaihissalam yaitu: Menyanjung dan memuji Allah sang pencipta alam semesta sebelum memulai do’anya. An-Nawawii dalam kitabnya al-Adzkaar menyebutkan bahwasanya perjalanan Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh jika meminta hajat kepada Allah subhanahu wa ta’alaa, sebelum berdoa mereka bersegera untuk berdiri di hadapan Robbnya, lalu merapatkan telapak kaki mereka kemudian menghamparkan telapak tangan mereka dan mereka meneteskan air mata di pipi mereka. Maka mereka memulai dari bertobat dari maksiat dan membebaskan dari penyimpangan dari aturan syari’at dan mereka sembunyikan kekhusyuan dari hati mereka. Dan mereka merendahkan diri di hadapan Allah subhanahu wa ta’alaa. Lalu mereka menyanjung sesembahan mereka, mensucikan-Nya, dan mengagungkan-Nya, dan menyanjung dengan sanjungan-sanjungan yang menjadi hak-Nya. Baru setelah itu mereka bersemangat untuk berdoa. Tidak menisbatkan keburukan pada Allah subhanahu wa ta’alaa. Sebagaimana nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit yang merupakan ciptaan Allah kepada Allah. Hal ini karena nabi Ibrahim merupakan hamba yang sangat santun, sopan serta beradab terhadap Robb-nya, sehingga dapat dilihat pada do’a diatas bahwa nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit kepada-Nya. Beliau berkata “Dan jika aku sakit, maka Alallah yang menyembuhkan aku”, tidak berkata “dan Ia lah Zat yang maha memberi sakit.” Walaupun senyatanya hal ini adalah benar, bahwasanya Allah-lah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Namun, hendaklah seorang hamba mengetahui dapat bersikap sopan, santun dan beradab terhadap Robb-nya. Allah telah memuliakan umat ini dengan mengajari umat ini do’a semisal do’a nabi Ibrahim. Allah turunkan surat al-Fatihah untuk umat Muhammad shallallaahhu ‘alaihi wa sallam yang Allah mulai surat ini dengan sanjungan dan pengagungan sampai wa’iyaaka nasta’in ,sedangkan sisanya adalah do’a. Maka surat al-Fatihah adalah dalil diantara adab berdo’a adalah menyanjung Allah dahulu baru berdo’a dan meminta kepada Allah. Duhai saudariku, seorang muslimah yang sholihah selalu memperhatikan amal dan perbuatan yang ia lakukan. Terlebih lagi dalam masalah berdo’a. Hendaknya kita beradab dalam melakukan do’a kepada Rabb Kita Tuhan Pencipta Alam Semesta, Penguasa Hari Pembalasan, dengan mencontoh do’a yang telah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an. Semoga Allah beri taufik kepada kita semua agar dapat mengamalkan ilmu yang telah kita dapat ini.

Penyusun: Ummu Zubaidah Putrisia Hendra Ningrum Adiaty Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Maroji’: * Al-Qur’an Al-Karim * Syarah Hisnul Muslim min Adkaari Alkitaabi wa Assunnati, buah karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qathani dengan pensyarah Majdi bin ‘Abdul Wahab Ahmad. hal. 22-23 * Rekaman Kajian Sabtu-Minggu pagi “Syarah Hisnul Muslim” oleh Ustadz Aris Munandar dengan penyelenggara takmir Masjid Al-Ashri Pogung Rejo ***

ROMANTIKNYA RASULULLAH BERSAMA ISTERINYA

Daripada Aisyah Ummul Mukminin yang berkata :
كنت أرجل رأس رسول الله وأنا حائض

"Aku pernah menyikat rambut Rasulullah dalam keadaan aku sedang haid."


(Hadis sahih riwayat Bukhari di dalam Kitab Pakaian dan Dikeluarkan oleh Muslim di dalam kitab Haid, no. 297 dan juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibn Majah) Rasulullah sebagai seorang suami, membiarkan rambutnya disikat oleh si isteri, bagaimanakah dengan tingkah laku suami-suami Islam hari ini ? Aisyah sebagai seorang isteri, sedia menyikat rambut si suaminya dengan penuh romantik, wujudkah lagi isteri-isteri yang solehah yang membelai dan menyikati rambut suami masing-masing ? Nampak mudah, tetapi praktiknya sangatlah payah. Indah sungguh rumahtangga mereka. Selamat mencuba...!

Butakah cinta ini?


Apabila cinta manusia menjadi buta,

Manusia lupa akan Tuhannya,

manusia lupa asal-usulnya,

apabila cinta manusia menjadi buta,

manusia lupa mengapa Tuhan menciptakannya,

apabila cinta manusia menjadi buta,

manusia tidak kenal lagi siapa Tuhannya,

maka berlakulah kerosakan merata-rata,

manusia tidak takut akan Tuhannya,

kerana cinta manusia sudah buta.

Benarkah cinta itu buta?

Cinta tidak buta bila ia mengajak manusia kepada Tuhannya,

Cinta membawa manusia mengenal akan Tuhannya,

Siapa penciptanya,

Siapakah dirinya,

Mengenalkan manusia akan tugas-tugasnya,

Sebagai hamba Tuhannya,

Mencintai saudaranya kerana Tuhannya,

Cinta tidak buta apabila ia mengenal Tuhannya,

Ia tahu membezakan mana permata mana yang kaca,

Ia tidak mudah tertipu dengan perhiasan dunia,

Kerana cinta itu tidak buta,

Tetapi manusialah yang buta!

Bukan cinta.

Celiklah manusia,

Cintailah Tuhannya,

Nescaya manusia akan mencintainya…

Friday, May 21, 2010

Tatkala Ustaznya Menjadi Nabi/Rasul

Akhir-akhir ini, seringkali aku bertemu dengan insan-insan tertentu lalu berbicarakan sesuatu. Jika sebelumnya, aku lebih pendiam. Tapi, kini aku kurang lagi bersifat seperti itu.

Aku lebih gemar untuk memulakan bicara apabila ketemu dengan sesiapa sahaja.

Ketika mahu bersolat pun aku berani untuk membuka bicara dengan jama’ah/makmum yang bersebelahan. Aku mengatakan, “Abang, rapatkan lagi saf kita ni. Kita sentuhkan dan rapatkan kaki kita. Jangan biarkan celah antara kita ni kosong.”

Begitulah antara script yang aku mulakan dalam bicara.

Setelah habis solat, abang tu kata, “Kenapa nak rapat-rapat? Tak selesa lah.”

Aku katakan, ada hadis nabi yang memerintahkan kita supaya berbuat begitu. Lalu abang tu pun berkata, “Emm, kalau macam tu, kenapa ustaz-ustaz tak de yang pernah cakap pun hal ni? Saya banyak kali juga solat bersebelahan dengan ustaz-ustaz, tapi diorang tak kata apa pun?”

Aku menjawab, “Emm, kita dalam beragama ni kena ikut Nabi abang. Bukan ikut ustaz. Ustaz tu ada kala tahu, ada kala tak tahu juga. Biasalah abang, kita sama-sama manusia kan... Dia juga bukannya nabi kan? Oh, ye. Kalau abang berminat nak tahu hal ni dengan lebih lanjut, nanti esok kita boleh jumpa lagi, nanti saya bawakkan fakta-fakta tentang saf ni.”

Abang tersebut menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih.

Begitulah yang sering berlaku di kalangan masyarakat kita. Tatkala berlaku sesuatu perselisihan dan perbezaan dalam soal agama sahaja, mereka akan mendakwa-dakwi dengan “Eh! Ustaz aku kata macam ni.”

Walaupun kita kata, “Ini ada hadis nabi saudara dalam persoalan ini”, “Tapi kan saudara, Nabi kata bukan macam tu, Nabi kata, macam ni...”

Mereka tetap juga berkata, “Maaflah, saya lebih yakin dengan ustaz yang saya telah belajar dengannya.”

Saya juga bertanya, “Ada dalilnya tak?”

Mereka lantas terdiam, kemudian mengatakan, “Mestilah ada, takkan ustaz saya tak tahu...”

Sungguh mengejutkan, rupa-rupanya sudah ramai nabi-nabi baru yang dilahirkan zaman ini yang mewarisi sifat kemaksuman dan pembawa syari’at yang baru!

Maka, renung-renunglah ayat Allah ini (maksudnya),

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam) kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.”

(Surah al-Hasyr, 59: 7)

___________________________________________________________________

Source: http://an-nawawi.blogspot.com/2008/09/tatakala-ustaznya-menjadi-nabirasul.html

♥ LA TAHZAN BLOG: http://www.latahzan00.blogspot.com/

Jangan Biarkan Amalan Berlalu Sia-Sia


Salah satu tujuan utama dalam beramal adalah mendapat pahala dari Allah ta’alla, lantas bagaimana jika amalan yang sangat diharapkan sebagai tabungan diakherat ternyata ‘kopong’ alias sia-sia dan tak tertulis sabagai amalan?

Bagaimana mungkin amalan akan diterima tatkala kita tidak mengetahui cara agar

amalan bisa diterima dan mendapat ridho dari Allah? Apalagi jika barometer kesuksesan dalam beramal tatkala mendapat pujian belaka. Tak dapat diragukan lagi walaupun lisan ini mengatakan ‘Aku ikhlas’ namun ikhlas tak semudah hanya ucapan saja dan malahan perlu dicek lagi arti keikhlasannya. Baiklah marilah kita berusaha mengetahui kaidah-kaidah dalam beramal agar amalan kita tidak sia-sia. Dan ingatlah tak ada satu detik waktupun menjadi sia-sia dan berakhir penyesalan jika segera diikuti dengan taubat dan membenahi cara beramal dengan benar.

Amalan tidak lepas dari 2 hal yaitu ikhlas dan ittiba’.

1. Ikhlas adalah niat dalam beramal, dan ikhlas merupakan ruh bagi amalan. Dalilnya,

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” (Muttafaqun’alaihi)
2. Yang kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ittiba’ ini laksana jiwa bagi amalan. Allah ta’ala berfirman,

“Kataknlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran:31)

Kedua syarat tersebut jangan sampai tercecer, karena jika salah satu syarat hilang maka ia tidak benar (bukan amal shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah, diantara dalil yang memperkuat pernyataan tersebut,

“…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Qs. AL Kahfi: 110)

Tidak Ikhlas Namun Ittiba’

Misalnya, melakukan shalat sesuai dengan rukun-rukun shalat yang telah dicontohkan Rasulullah, namun ditengah perjalanan shalat tersebut, ada orang yang melihat dan hati timbul rasa ingin memperbagus gerakan, memperlama waktu shalat, dll. Nah inilah perlu dipertanyakan keikhlasan shalatnya. Apakah shalat hanya mengharap wajah Allah ataukah disertai pula mengharap pujian orang lain?

Ikhlas Namun Tidak Ittiba’

Misalnya, mencari berkah dikuburan, mengkhususkan membaca surat yasin selama 7 hari setelah kematian. Mungkin mereka ikhlas melakukannya, namun sayangnya tidak ada contoh dari Rasulullah dan perbuatan tersebut bisa dikatakan bid’ah.

Pada artikel ini penulis akan lebih memperinci mengenai syarat yang pertama yaitu berkaitan dengan keikhlasan. Hendaknya dalam beramal selain mengetahui syarat-syarat beramal juga mengetahui bagaimana caranya agar dapat mewujudkan syarat-syarat tersebut dengan mudah.

Untuk mewujudkan keikhlasan dalam beramal ada beberapa cara :

1. Do’a. Berdo’alah agar setiap amalan ikhlas karena Allah. Sebagai manusia tak lepas dari riya’, pamer dan suka dipuji. Khalifah besar seperti Umar Ibnul Khattab radhiyallahu’anhum yang merupakan shahabat Rasul dan sudah dijanjikan surga kepadanya pun masih saja berdoa agar ikhlas dalam beramal. “Ya Allah jadikanlah amalku shalih semuanya dan jadikanlah ia ikhlas karena-Mu dan janganlah Engkau jadikan untuk seseorang dari amal itu sedikitpun.”

2. Menyembunyikan amal. Sembunyikan amal seperti menyembunyikan keburukan, seperti perkataan Bisyr Ibnul Harits berkata, “Jangan kau beramal supaya dikenang. Sembunyikanlah kebaikanmu seperti kamu menyembunyikan kejelekanmu.”

3. Memperhatikan amalan mereka yang lebih baik. Bacalah biografi-biografi dari para shahabat, tabi’in serta orang-orang terdahulu, sebagai suri teladan dalam beramal. Karena hidup di jaman sekarang ini terkadang dari penampakan terlihat bagus dan banyak yang meneladani, namun ternyata amalan-amalan bid’ah yang dilakukannya. Na’udzubillahi min dzalik

4. Memandang remeh apa yang telah diamalkan. Terkadang manusia terjebak dengan godaan setan, yaitu melakukan sedikit amal dan merasa kagum dengan sedikit amal tersebut. Dan akibatnya bisa fatal, karena bisa jadi satu amal kebaikan bisa memasukkan manusia ke neraka. Seperti perkataan Sa’d bin Jubair, “Ada seseorang yang masuk surga karena sebuah kemaksiatan yang dilakukannya dan ada yang masuk neraka karena sebuah kebaikan yang dilakukannya. Seseorang yang melakukan maksiat setelah itu ia takut dan cemas terhadap siksa Allah karena dosanya, kemudian menghadap Allah dan Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya dan seseorang berbuat suatu kebaikan lalu ia senantiasa mengaguminya kemudian ia pun menghadap Allah dengan sikapnya itu maka Allah pun mencampakkannya ke dalam neraka.

5. Khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima. Poin ini berkaitan dengan poin sebelumnya, bahwa lebih baik menganggap remeh amal yang telah diperbuat agar dapat menjaga hati ini dari rasa kagum terhadap amal yang telah diperbuat.

6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang. Orang yang mendapat taufik adalah orang yang tidak terpengaruh dengan pujian orang. Ibnul Jauzy (Shaidul Khaathir) berkata, “Bersikap acuh terhadap orang lain serta menghapus pengaruh dari hati mereka dengan tetap beramal shaleh disertai niat yang ikhlas dengan berusaha untuk menutup-nutupinya adalah sebab utama yang mengangkat kedudukan orang-orang yang mulia.”

7. Senantiasa ingat bahwa surga dan neraka bukan milik manusia. Manusia tidak dapat memberikan manfaat maupun menimpakan bencana kepada manusia, begitu pula manusia bukanlah pemilik surga maupun neraka. Manusia tidak bisa memasukkan manusia lain ke surga dan mengeluarkan manusia lain keluar dari neraka,lantas untuk apalagi beramal demi manusia, agar dipuji atasan, agar disanjung mertua, atau agar datang simpati dari manusia lain?

8. Ingatlah bahwa Anda akan berada dalam kubur sendirian. Jiwa akan menjadi lebih baik tatkala ingat tempat ia kembali. Bahwa ia akan beralaskan tanah dikuburnya sendiri, tak ada yang menemani, ingat bahwa manusia tidak dapat meringankan siksa kuburnya, seluruh urusannya berada ditangan Allah. Ketika itulah ia yakin bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali dengan mengikhlaskan seluruh amalnya hanya kepada Allah Yang Maha Pencipta semata.


Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah untuk mengamalkan ilmu dengan disertai keikhlasan dalam mengamalkannya tersebut. Ingatlah bahwa hanya Allah yang dapat membolak-balikkan hati hamba-Nya.


Disusun ulang oleh: Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari Muroja’ah: Ust. Aris Munandar Rujukan: Ikhlas Syarat Diterimanya Ibadah, penerbit Pustaka Ibnu Katsir Langkah Pasti Menuju Bahagia, penerbit Daar An Naba’ Sucikan Iman Anda dari Noda Syirik dan Penyimpangan, penerbit Putaka Muslim

Sunday, May 9, 2010

Ciri – Ciri Wanita Penghuni Neraka

Ciri – Ciri Wanita Penghuni Neraka
Filed Under: DEENUL ISLAM, SYURGA DAN NERAKA by zahraannur — 20 Komen
Februari 20, 2007



Saudariku Muslimah

Suatu hal yang pasti bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan. Surga diciptakan-Nya sebagai tempat tinggal yang abadi bagi kaum Mukminin dan neraka sebagai tempat tinggal bagi kaum musyrikin dan pelaku dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang darinya.

Setiap Muslimin yang mengerti keadaan Surga dan neraka tentunya sangat berharap untuk dapat menjadi penghuni Surga dan terhindar jauh dari neraka, inilah fitrah.

Pada Kajian kali ini, kami akan membahas tentang neraka dan penduduknya, yang mana mayoritas penduduknya adalah wanita dikarenakan sebab-sebab yang akan dibahas nanti.
Sebelum kita mengenal wanita-wanita penghuni neraka alangkah baiknya jika kita menoleh kepada peringatan-peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an tentang neraka dan adzab yang tersedia di dalamnya dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim : 6)

Imam Ath Thabari rahimahullah menyatakan di dalam tafsirnya : “Ajarkanlah kepada keluargamu amalan ketaatan yang dapat menjaga diri mereka dari neraka.”

Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu juga mengomentari ayat ini : “Beramallah kalian dengan ketaatan kepada Allah, takutlah kalian untuk bermaksiat kepada-Nya dan perintahkan keluarga kalian untuk berdzikir, niscaya Allah menyelamatkan kalian dari neraka.” Dan masih banyak tafsir para shahabat dan ulama lainnya yang menganjurkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka dengan mengerjakan amalan shalih dan menjauhi maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di dalam
surat lainnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah : 24)

Begitu pula dengan ayat-ayat lainnya yang juga menjelaskan keadaan neraka dan perintah untuk menjaga diri daripadanya.

Kedahsyatan dan kengerian neraka juga dinyatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya beliau bersabda : “Api kalian yang dinyalakan oleh anak cucu Adam ini hanyalah satu bagian dari 70 bagian neraka Jahanam.” (Shahihul Jami’ 6618)

Jikalau api dunia saja dapat menghanguskan tubuh kita, bagaimana dengan api neraka yang panasnya 69 kali lipat dibanding panas api dunia? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.

Wanita Penghuni Neraka

Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)

Hadits ini menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.

Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang , beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.
Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radliyallahu ‘anhum :“ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda :“ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)

Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas dengan pernyataannya : “Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal.
Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)

Saudariku Muslimah … .

Jika kita melihat keterangan dan hadits di atas dengan seksama, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari penghuni Surga.

Saudariku Muslimah … . Hindarilah sebab-sebab ini semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari neraka. Amin.

1. Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan hal ini pada sabda beliau di atas tadi. Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari.
Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 76)

Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk dibesar-besarkan.

Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.

Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya.

2. Durhaka Terhadap Suami

Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin. Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1. Durhaka dengan ucapan.
2. Durhaka dengan perbuatan.
3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.

Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa tidak senang atau lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini.

Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai) tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya atau yang semisal dengan itu.

Permintaan cerai biasanya diawali dengan pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam. Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya. Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :“Wanita mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi serta selain keduanya. Lihat Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 85)

Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika suami hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu.

Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar (melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram, bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu.

Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu, melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan.

Maka setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan)

Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu.

Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya.

Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya. Tetapi ingat dan sadarlah bahwa neraka menanti orang-orang yang menjalani jalan ini dan tidak mau berpaling darinya semasa ia hidup di dunia.

Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.

3. Tabarruj

Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab Al Mar’atil Muslimah halaman 120)

Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan kain yang dipakainya. Yang demikian ini sesuai dengan komentar Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah ketika menjelaskan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tersebut.
Ibnul ‘Abdil Barr menyatakan : “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di dalam Tanwirul Hawalik 3/103 )

Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan perhiasan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hal ini dalam firman-Nya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka.” (An Nur : 31)

Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”

Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah fitnahnya wanita.

Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita.
Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga.

Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri.

Wahai saudariku Muslimah … . Hindarilah tabarruj dan berhiaslah dengan pakaian yang Islamy yang menyelamatkan kalian dari dosa di dunia ini dan adzab di akhirat kelak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama dahulu.” (Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam kehidupan masyarakat negeri kita ini.

Saudariku Muslimah … .

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin.
Wallahu A’lam bish Shawwab. (Dikutip dari tulisan Muhammad Faizal Ibnu Jamil, Judul asli Wanita Penghuni Neraka, MUSLIMAH/Edisi XXII/1418/1997/Kajian Kali Ini. Url sumber http://www.geocities.com/dmgto/muslimah201/nar.htm)

Nukilan Darihttp://zahraannur.wordpress.com/2007/02/20/ciri-ciri-wanita-penghuni-neraka/
Oleh:Abu Hanzholah

Saturday, May 8, 2010


ADAKAH HARI IBU INI ADALAH SEBAHAGIAN DARIPADA AGAMA KITA?


Mari kita singkap makna sebenar Hari Ibu / Mother’s Day menurut Wikipedia : “One school of thought claims this day emerged from a custom of mother worship in ancient Greece, which kept a festival to Cybele, a great mother of Greek gods. This festival was held around the Vernal Equinox around Asia Minor and eventually in Rome itself from the Ides of March (15 March) to 18 March. The ancient Romans also had another holiday, Matronalia, that was dedicated to Juno, though mothers were usually given gifts on this day. In some countries Mother’s Day began not as a celebration for individual mothers but rather for christians.” Maksudnya di sini ialah bahawa hari ibu juga merupakan salah satu di antara perayaan yang disambut oleh orang kafir iaitu masyarakat yang beragama kristian. Greek kuno memanggilnya sebagai hari cybele iaitu ibu kepada dewa-dewa mereka. Dan Roman kuno pula meraikan hari matronalia sebagai tanda memperingati dewa juno iaitu mak kepada juventas, vulcan dan mars. Jadi persoalannya di sini, perlukah kita sebagai orang Islam untuk menyambutnya? Di dalam Islam, kita dituntut untuk menghormati ibu bapa kita setiap masa dan ketika. Bukannya hanya terhad kepada hari-hari tertentu sahaja seperti pada hari ibu atau hari bapa. Firman ALLAH Subhana Wa Ta’ala : Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya, atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ah”, dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun). Dan hendaklah engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (untuk mereka, dengan berkata): “Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.” [Surah al-Israa’, Ayat 23 hingga 24] Dr. Yusuf al-Qaradhawi pernah berkata, “Hari ibu ini timbul kerana pihak orentalis/doktrin barat memikirkan bahawa inilah cara yang terbaik untuk mereka menarik minat anak-anak remaja barat agar menghormati orang tua mereka. Umumnya kita tahu bahawa masyarakat barat amat tipis dengan adab tatasusila, jadi dengan mengadakan/mengkhususkan hari-hari tertentu sekaligus dapat memupuk remaja mereka agar menyayangi dan menghormati orang tua mereka.” Manakala masyarakat kita pula umumnya lebih cenderung dengan budaya ikut-ikutan. Sentiasa terpengaruh dan terpedaya dengan budaya orang kafir dan barat. Bila orang kafir sambut hari valentine kita pun nak sambut sama! Bila orang kafir sambut april fool, kita pun ‘fool’ sama kerana sambut hari karut tu! Bila orang kafir sambut hari ibu dan hari bapa kita pun nak buat sama! Sungguhpun perayaan ini murni dari pandangan mata kasar kita. Tapi hakikat agama Islam kita tidak pernah mensyariatkan atau menuntut umat-umatnya agar menghormati dan menyayangi orang tua mereka, suami atau isteri mahupun anak-anak mereka pada hari-hari tertentu sahaja. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda : “Sesiapa sahaja yang menyerupai sesuatu kaum itu , maka dia itu termasuk di dalam golongan mereka” [Hadits Sahih - diriwayatkan oleh Imam Abu Daud R.H dalam sunannya, Imam Ahmad Bin Hanbal di dalam musnadnya Dan Imam as-Suyuti di dalam al-Jamie’ as-Shaghir, disahihkan oleh Al-Albani] Islam adalah ‘Deen’ atau cara hidup. Ia telah merangkumi segala-galanya. Bukan hanya kehidupan untuk di dunia yang sementara ini bahkan kehidupan abadi (abadan-abadan) nun di akhirat kelak. Moga ALLAH Subhana Wa Ta’ala terus memelihara kita semua agar kekal terus dalam agamanya iaitu Islam dan mengamalkan cara hidup yang berlandaskan syariat Islam yang sebenar.

Thursday, May 6, 2010


Rindu ku pada-Nya.....

Bismillah.............

Di pagi hari yang tenang ini .........

begitu juga di harapkan dapat menenangkan hati.

Perkongsian untuk para blogger & pembaca sekalian.

Sebagai peringatan untuk anda dan diri ana juga.


Mati itu sesuatu yang pasti.

Umur muda jangan di sangka

akan mati ketika usia tua.


Kematian bila-bila kan menjemput kita...sama ada kita

bersedia
atau masih leka dengan mainan dan perhiasan dunia ini...

Wahai diri,
bersedialah untuk menghadapinya. Dunia hanyalah permainan dan

tiada apa-apa melainkan hanyalah sia-sia.
Jadilah orang-orang yang beruntung.

*Aku rindukan untuk bertemu Penciptaku*

*Ya Allah.Dunia ini terlalu asing buatku.*


*Wahai Zat yang memiliki segala Keagungan & segala Kebesaran*


*Aku menyerahkan nyawaku,hidupku dan matiku dalam genggaman-Mu*


*Semoga pengakhiran hidupku ini...aku dalam agama yang lurus ini...iaitu
Manhaj

Ahlusunnah
Wal Jama’ah
*

Tuesday, May 4, 2010


Kapan Kiamat Terjadi? (2)

3. Tanda-tanda besar menjelang/mengiringi terjadinya kiamat a. Munculnya Mahdi. Dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hari-hari tidak akan berakhir dan masa tidak akan berlalu hingga bangsa Arab dipimpin oleh laki-laki dari keturunanku, dimana namanya sama dengan namaku.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
b. Dajjal
c. Turunnya Isa
d.Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj Tentang keluarnya Dajjal, turunnya Isa, dan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj terdapat dalam hadist An-Nawaas Ibn Sam’an, ia berkata,
“Rasulullah menyebut tentang Dajjal pada suatu pagi, beliau terkadang memelankan suara dan sesekali mengeraskannya, sampai-sampai kami mengira ia (Dajjal) sedang berada di tengah-tengah kebun kurma. Maka ketika kami mendatangi beliau, beliau mengetahui hal itu dari kami, maka beliau bertanya, ‘Ada apa dengan kalian?’ Kami menjawab, ‘Wahai Rasulullah, Anda menyebut tentang Dajjal pagi ini, Anda menurunkan dan mengeraskan suara hingga kami mengira ia berada di tengah kebun kurma?’ Maka beliau bersabda, ‘Bukan Dajjal yang paling aku takutkan menimpa kalian, kalau Dajjal keluar dan aku masih ada diantara kalian, maka aku akan mengalahkan hujjahnya, bukan kalian, dan jika keluar sementara aku sudah tidak berada di tengah-tengah kalian, maka tiap orang menjadi pelindung dirinya sendiri, dan Allah sebagai penggantiku sebagai penjaga tiap muslim. Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang sangat keriting rambutnya, matanya menonjol keluar, sepertinya aku menyerupakannya dengan Abdul Uzza ibn Qotton, maka barangsiapa diantara kalian mendapatkannya hendaklah ia membacakan kepadanya awal surat Al-Kahfi, dan sesungguhnya ia keluar dari jalan antara Syam dan Iraq, kemudian ia merusak daerah kanannya dan merusak dari arah kirinya, karena itu wahai hamba Allah tetaplah (di atas agama Allah)!’
Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah berapa lama ia akan tinggal di bumi?’ Beliau menjawab, ‘Empat puluh hari, satu hari (pertama) sama dengan setahun, dan sehari (kedua) sama dengan sebulan, dan sehari (ketiga) sama dengan satu jum’at (seminggu), dan sisa harinya sama dengan hari-hari kalian.’ Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah satu hari yang sama dengan setahun itu apakah cukup bagi kami shalat sehari pada hari ini?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, maka kira-kirakanlah untuknya.’ Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kecepatan gerakannya di bumi?’ Beliau menjawab, ‘Bagai hujan yang diikuti angin, maka ia akan datang pada suatu kaum lalu mengajak mereka, maka mereka pun iman dan percaya kepadanya serta patuh kepadanya, lalu ia memerintahkan langit maka turunlah hujan, memerintahkan bumi, maka ia pun tumbuh subur, maka kembalilah harta (ternak) mereka dalam bentuk yang paling panjang punuknya dan paling banyak air susunya, dan paling panjang perutnya. Kemudian ia datangi suatu kaum dan mengajak mereka, akan tetapi mereka menolaknya, maka ketika keesokan harinya, mereka pun kehilangan harta bendanya, kemudian Dajjal melewati tempat yang hancur, maka ia berkata kepadanya, ‘Keluarkanlah harta kekayaan dan simpananmu!’ maka harta kekayaan yang tersimpan di dalamnya keluar dan mengikutinya bagaikan rombongan pejantan lebah, kemudian ia mengajak seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhannya, dan memenggalnya dengan sebuah pedang, maka ia terbelah menjadi dua bagian terpisah sejauh sasaran lemparan, kemudian memanggilnya, maka pemuda itupun datang kepadanya dan berseri-seri mukanya dan tertawa. Dan saat itulah Allah mengirimkan Isa Al Masih putra Maryam, maka ia turun di atas menara putih di sebelah timur Damaskus dengan memakai dua jubah yang berwarna, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas sayap-sayap dua malaikat, jika ia mengangguk-anggukkan kepalanya maka mengucurlah air, dan jika ia menengadahkan kepalanya maka meneteslah butiran-butiran perak berkilau bagai lu’lu’ (batu mulia), maka tidak seorang kafir pun yang mencium aroma nafasnya, melainkan akan mati, sedang nafasnya menembus sejauh mata memandang, maka ia pun mengejar Dajjal hingga akhirnya ia mendapatkannya di Bab Ludd dan membunuhnya. Kemudian Isa mendatangi kaum yang telah dilindungi Allah dari Dajjal lalu ia mengusap muka mereka dan menceritakan kepada mereka tentang derajat mereka dalam surga. Dan ketika demikian maka Allah mewahyukan kepada Isa, ‘Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba yang tidak seorangpun bisa membunuhnya, maka jagalah hamba-hambaku, dan kumpulkan mereka di bukit Thur.’ Maka Allah mengutus Ya’juj dan Ma’juj dan merekapun turun dengan cepat dari tempat-tempat tinggi, lalu bagian depan rombongan mereka melewati danau Thobariyah, maka mereka minum darinya. Dan bagian terakhir rombongan mereka ketika melewatinya, mereka berkata, ‘Di sini dulu ada airnya.’ Dan nabi Isa beserta pengikutnya dikepung, sehingga kepala sapi salah seorang diantara mereka lebih berharga daripada seratus dinar bagi seorang diantara kalian saat ini, maka nabi Isa dan sahabatnya berdoa kepada Allah, lalu allah mengirimkan kepada mereka (Ya’juj-Ma’juj) ulat ke leher-leher mereka, maka mereka pun mati bagaikan satu jiwa (mati bersamaan) kemudian nabi Isa dan pengikutnya turun ke bumi (dari gunung Ath-Thur), maka mereka tidak mendapakan sejengkal tanah melainkan telah dipenuhi bau busuk bangkai mereka (Ya’juj-Ma’juj), lalu nabi Isa dan sahabatnya berdoa kepada Allah, maka Allah mengutus burung yang besarnya bagai leher-leher unta, kemudian membawa terbang bangkai mereka dan melemparkan ke arah mana saja yang dikehendaki Allah, kemudian Allah menurunkan hujan yang mengguyur baik rumah dari tanah liat maupun rumah tenda (dari bulu), maka ia (air hujan) mencuci bumi hingga licin bagai kaca, kemudian dikatakan kepada bumi, ‘Tumbuhlah buah-buahanmu dan kembalikan keberkahanmu!’
Maka pada hari itu sekelompok besar manusia makan dari satu biji delima, dan mereka bisa berteduh dengan kelopaknya, dan diberkahi hewan ternaknya, sampai-sampai air susu seekor unta mampu mencukupi kelompok besar manusia, dan air susu sapi mampu mencukupi satu kabilah, dan air susu kambing mampu mencukupi satu marga. Dan di saat demikian Allah mengirimkan angin yang harum baunya, maka bertiup sampai ke ketiak mereka, maka ia mencabut ruh setiap orang muslim dan mukmin dan tinggalah sejelek-jelek manusia, mereka melakukan persetubuhan dengan wanita seperti layaknya keledai (persetubuhan di depan umum tanpa rasa malu) maka terjadilah hari kiamat atas mereka.” (HR. Muslim)
e. Perang antara kaum muslimin dan yahudi. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai kaum muslimin memerangi Yahudi, hingga orang Yahudi bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan, maka bebatuan dan pepohonan berkata, ‘Wahai orang muslim, ini ada orang Yahudi bersembunyi di belakangku. Kemari dan bunuhlah!’ kecuali pohon ghorqod (sejenis pohon berduri, terkenal di baitul Maqdis), karena ia adalah termasuk pohon orang Yahudi.” (HR. Bukhori dan Muslim)
f. Keringnya sungai Eufrat. Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga kering sungai Furat (Eufrat) yang akan menyikap sebuah gunung emas yang menjadi ajang perebutan, sehingga saling bunuh, maka terbunuhlah dari setiap seratus orang, sembilan puluh sembilan yang mati, maka berkata setiap orang dari mereka, ‘Semoga aku yang selamat.’ Dan dalam riwayat, “Hampir saja sungai Eufrat menyikap harta karun dari emas, maka barangsiapa mendapatkan masa itu, hendaknya tidak mengambil apapun darinya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
g. Daratan yang tenggelam ke dalam bumi, dukhon/kabut, dabbah/binatang melata, matahari terbit dari barat, keluarnya api dari pelosok kota Aden (kota di Yaman). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum datang sepuluh tanda-tanda: daratan yang tenggelam ke dalam bumi (sebagaimana qarun, pent) di belahan timur, daratan yang tenggelam ke dalam bumi di belahan barat, dan daratan yang tenggelam ke dalam bumi di jazirah Arab, kabut, Dajjal, binatang melata, Ya’juj dan Ma’juj, matahari terbit dari tempat ia terbenam, adanya api yang keluar dari pelosok kota Aden yang paling jauh yang menghalau manusia, dan turunnya Isa putra Maryam.” (HR. Muslim)
Itulah beberapa tanda yang dapat kami sebutkan, semoga bisa menjadi ilmu bagi kita dalam menghadapi huru-hara akhir zaman, sehingga kita tidak terjerumus dalam perbuatan kekufuran, dengan mempercayai ramalan-ramalan tentang kiamat yang semakin ramai. Bagaimanapun kiamat merupakan urusan yang besar, dan sesungguhnya waktunya dekat, kapanpun itu. Karena sesungguhnya kematian juga merupakan kiamat kecil bagi seseorang, dimana kesempatan untuk beramal telah terputus, dan itu bisa terjadi kapan saja. Sementara itu selama ini kita dalam keadaan lalai, padahal beberapa tanda telah muncul dan semakin banyak. Maka hendaknya kita meminta pertolongan pada Allah agar kita ditetapkan atas agama-Nya, dan kita diwafatkan dalam keadaan ber-Islam.


Maraji’: Riyadusshalihin Al-Irsyad Telah Datang Zamannya (Ust. Abdul Hakim) Mutiara Faedah Kitab Tauhid (ust. Abu ‘Isa) Syarah Arba’in (Syaikh Muhammd ‘Utsaimin) Penulis: Ummu Muhammad Anik Rachmawati Muraja’ah: Ust. Aris Munandar *** Artikel muslimah.or.id



Kapan Kiamat Terjadi? (1)


Pembicaraan tentang kapan terjadinya kiamat mulai hangat kembali akhir-akhir ini. Kalau dulu kiamat pernah diramalkan akan terjadi tanggal 9 bulan 9 tahun 1999, sekarang ini kiamat diramalkan terjadi pada tanggal 21 bulan 12 tahun 2012. Kapanpun mereka tetapkan tanggalnya, sesungguhnya itu hanyalah ramalan, karena kiamat adalah perkara ghaib hakiki yang hanya diketahui Allah kapan terjadinya, bahkan rasul paling mulia dari kalangan manusia (Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wasallam) dan dari kalangan malaikat (Jibril ‘alaihissalam) tidak mengetahui perkara ini, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jibril, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang kapan terjadinya kiamat, maka di jawab,


“Tidaklah orang yang ditanya tentangnya lebih mengetahui dari yang bertanya.”

Maka tidak diragukan lagi bahwa makhluk yang kedudukannya di bawah keduanya lebih tidak mengetahuinya lagi. Jadi kita wajib mendustakan setiap orang yang mengatakan mengetahui kapan terjadinya kiamat, karena barangsiapa menyatakan dirinya mengetahui ilmu yang ghaib bukan dengan cara-cara yang dapat dibuktikan secara ilmiah maka masuk dalam ilmu perdukunan. Sebagaimana telah kita ketahui perdukunan merupakan bentuk kesyirikan.
Bahkan dikarenakan ramalan tentang kiamat ini, penulis pernah mendengar kalau ada orang yang bunuh diri karena takut menghadapinya. Padahal seseorang yang memiliki akidah yang benar seharusnya tidak takut karena ramalan tersebut, dan tidak sepatutnya seorang yang beriman mempercayainya, karena orang yang percaya pada ramalan mendapat ancaman sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari dan perbuatan ini dihukumi sebagai bentuk kekafiran. Sebagaimana terdapat dalan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara, dan dia mempercayainya, maka sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim 2230)

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya ia telah kafir dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.” (HR. Ahmad)

Tanda-Tanda Kiamat

Disembunyikannya waktu terjadinya kiamat ini sesungguhnya mengandung hikmah/maslahat (kebaikan) bagi manusia, diantaranya adalah agar manusia senantiasa bersiap-siap untuk menghadapinya, sehingga tidak bermalas-malasan dalam beramal. Tetapi dengan rahmat-Nya pula, Allah telah menjadikan kiamat memiliki alamat/tanda-tanda yang mendahuluinya, sekaligus hal ini sebagai bukti kenabian nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sehingga keimanan kita akan kerasulannya semakin kuat.
Ulama membagi tanda-tanda kiamat tersebut ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Tanda-tanda yang telah berlalu dan telah selesai:

a. Diutusnya Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan kematiannya, sebagaimana sabda beliau, “Jarak antara aku diutus dengan datangnya hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini.” Beliau pun berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. (HR. Bukhori dan Muslim)

b. Peperangan yang terjadi diantara dua golongan yang besar dengan dakwah yang sama, yaitu mereka sama-sama Islam. Yang dimaksud adalah peperangan antara ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu’anhuma. Dari Abi Hurairah, ia bekata,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda, ‘Tidak akan tegak hari kiamat sampai berperang dua golongan yang besar, yang menimbulkan kematian yang begitu banyak, sedangkan dakwah keduanya adalah satu. Dan sampai munculnya para dajjal, yaitu para pendusta sebanyak tiga puluh orang yang semuanya mengaku sebagai rasul Allah (utusan Allah). Dan sampai diangkatnya ilmu. Dan banyak sekali gempa. Dan waktu berjalan demikian cepat. Dan tersebarnya berbagai huru-hara. Dan banyak sekali al-harju, yaitu pembunuhan. Dan banyak sekali harta diantara kamu, sampai harta itu melimpah ruah sehingga pemilik harta sangat ingin kalau ada orang yang menerima shadaqahnya, dan sampai orang yang memiliki harta itu memberikan hartanya, lalu orang yang diberikan harta itu berkata, “Aku tidak butuh dengan harta ini.” Dan manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan. Dan sampai seorang melewati kubur orang lain lalu dia berkata, “Wahai, alangkah baiknya kalau aku saja yang berada di tempatnya.” Dan sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya, maka apabila matahari telah terbit dari tempat tenggelamnya dan manusia melihatnya, merekapun beriman semuanya, maka yang demikan itu terjadi, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan pada masa imannya.‘” (HR. Bukhori)

c. Terbunuhnya amirul mukminin ‘Utsman bin ‘affan radhiyallahu’anhu. Berkata Hudzaifah radhiyallahu’anhu, “Fitnah yang pertama adalah terbunuhnya ‘Utsman……”

d. Berlimpahnya harta sehingga pemilik harta sangat ingin kalau ada yang ingin menerima shadaqahnya, telah terjadi pada khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz.

2. Tanda-tanda yang telah terjadi dan terus berulang semakin banyak:

a. Munculnya dajjal-dajjal kecil yang mengaku sebagai nabi, banyaknya gempa, berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan, waktu berjalan demikian cepat, tersebarnya berbagai macam kekacauan, seseorang menginginkan kematian karena putus asa dalam kehidupan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits abu hurairah di atas. Serta dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan hancur dunia ini sehingga ada orang yang lewat di dekat makam, lalu ia bergulung-gulung di atasnya, dan berkata,’Duhai andaikan aku yang berada di dalam kubur ini!’ Padahal tidak ada agama padanya, akan tetapi ujian dan bala (maksudnya karena dahsyatnya cobaan).” (HR. Bukhori dan Muslim)

b. Berlomba-lomba memperindah masjid. Dari Anas ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Tidak akan tegak hari kiamat sampai manusia bermegah-megah dengan (membangun) masjid.” (HR. Abu Dawud)

c. Manusia semakin rakus pada dunia dan semakin jauh dari Allah. Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Telah dekat hari kiamat, dan tidak bertambah (kemauan) manusia terhadap dunia melainkan semakin rakus, dan tidak
bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh.” (HR. Hakim)

d. Seorang muslim hanya memberi salam kepada yang dia kenal, tersebarluasnya perdagangan, memutuskan silaturrahim, saksi palsu dengan menyembunyikan saksi yang benar, tersebarnya pena. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya dihadapan hari kiamat akan terjadi: memberi salam hanya kepada orang-orang yang khusus (yakni yang dikenal saja), tersebarnya perdagangan, sehingga seorang istri membantu suaminya dalam berdagang, terputusnya hubungan kekeluargaan (silaturrahim), saksi palsu, disembunyikannya saksi yang haq, dan tersebarnya pena (tulisan dan kitab-kitab).” (HR. Ahmad)

e.Diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan dan banyaknya pembunuhan. Telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya di hadapan kedatangan hari kiamat terdapat hari-hari yang diangkatnya ilmu, turunnya kejahilan dan banyaknya al-harju, yaitu pembunuhan.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Serta dalam riwayat lain, berkata Abu Musa, telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
“Sesungguhnya di hadapan hari kiamat akan ada al-harju.”
Aku bertanya, “Ya Rasulullah, apakah itu al harju?”
Beliau menjawab, “Pembunuhan.”
Lalu sebagian kaum muslimin bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah membunuh musyrikin dalam satu tahun sekian dan sekian.”
Maka beliau bersabda, “Bukan pembunuhan terhadap kaum musyrikin. Akan tetapi sebagian kamu membunuh sebagian yang lain, sehingga seseorang sampai membunuh tetangganya, anak pamannya, dan keluarganya.”
Lalu sebagian kaum bertanya, “Ya Rasulullah, apakah pada hari itu kami masih mempunyai akal?”
Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjawab, “Tidak, bahkan akan dicabut akal kebanyakan orang pada zaman-zaman itu, kemudian yang ada adalah manusia yang seperti debu bertebaran ditiup angin dalam keadaan tidak mempunyai akal.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

f. Tersebarnya perzinaan, minum khomr, sedikitnya laki-laki, dan banyaknya perempuan. Dari Anas, ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat ialah: diangkatnya ilmu, mengakarnya kebodohan, diminumnya khomr, nyatanya perzinaan, banyaknya wanita dan sedikitnya laki-laki, sehingga perbandingan untuk lima puluh orang wanita yang mengurusnya hanya satu orang laki-laki.” (HR. Bukhori dan Muslim)

g.Amanah disia-siakan dan orang-orang bodoh dijadikan sebagai pemimpin. Dari Abu Hurairah, ia berkata, ketika nabi shallallahu’alaihi wasallam sedang berbicara kepada orang banyak, datanglah kepada beliau seorang Arab yang tinggal di desa (arab Badui), lalu ia bertanya, “Kapankah hari kiamat?”
Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terus saja melanjutkan pembicaraannya. Maka berkata sebagian kaum, “Beliau mendengar apa yang ia tanyakan, tetapi beliau tidak menyukai pertanyaannnya.” Sebagian yang lain mengatakan, “Bahkan beliau tidak mendengarnya.” Sehingga ketika beliau telah menyelesaikan pembicaraannya beliau bertanya, “Mana yang tadi bertanya tentang hari kiamat?”
Orang itu menjawab, “Saya wahai Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.”
Beliau menjawab, “Apabila amanat telah disia-siakan maka tunggulah kedatangan hari kiamat.”
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana disia-siakannya?”
Beliau menjawab, “Apabila urusan telah diserahkan untuk mengurusinya kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kedatangan hari kiamat.” (HR. Bukhori)

h. Menuntut ilmu kepada ahlu bid’ah. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ” Sesungguhnya sebagian dari tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu itu dari para ahli bid’ah.” (HR. Ath-Thobroni)

i. Ahli ibadah yang bodoh tentang agama. Dari Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Di akhir zaman nanti akan ada ahli ibadah yang bodoh dan ulama yang fasiq.” (HR. Abu Nu’aim dan Hakim)

j. Datangnya hari dimana orang yang bersabar untuk beragama seperti menggenggam bara api. Dari Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Akan datang kepada manusia masa dimana orang-orang yang bersabar untuk beragama, seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi)

k. Orang yang paling beruntung di dunia adalah orang yang dungu. Dari Hudzaifah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan tegak hari kiamat sehingga manusia yang paling beruntung di dunia adalah luka’ ibnu luka’ (yaitu budak yang bodoh dan hina).” Maksudnya adalah manusia akan dipimpin oleh budak yang bodoh dan hina.

Bersambung insya Allah


Wednesday, April 28, 2010

Khawarij dan Sifat-sifatnya

dakwatuna.com - Surat-surat yang pertama turun adalah yang berkaitan dengan masalah aqidah. Oleh karena itu untuk memahami bagaimana Rasulullah saw. memahami aqidah, kita harus benar-benar memahami ayat-ayat atau surat-surat Makiyah tersebut. Manhaj aqidah secara umum dibagi dua: manhaj yang benar lagi menyeluruh (المنهاج الصحيح الشامل) dan manhaj yang parsial (المنهاج الجزئ).

Disebutkan dalam atsar yang diriwayatkan Abdullah bin Umar oleh Al‑Hakim bahwa generasi umat dibagi jadi dua: (1)‑ umat yang diberi keimanan terlebih dahulu, kemudian baru diberi Al Qur’an (2)‑ umat yang mengambil pelajaran Al‑Qur’an lebih dahulu sebelum didapatkan keimanan. Kemudian Atsar itu menyebutkan perilaku dari kedua kelompok generasi itu, dimana kelompok yang pertama terdiri dari para Salafushshaleh dan pembesar‑pembesar sahabat yang mengetahui yang diwajibkan dari yang dilarang dan alasannya; sementara kelompok yang kedua cuma pandai membaca Al‑Qur’an dengan lancar dan mengkhatamkannya dengan cepat tanpa tahu mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang serta batasan‑batasannya. Pada akhirnya kedua kelompok ini melahirkan manhaj yang berbeda, dan dari kelompok yang kedualah munculnya Al‑Firaq Al‑Bathilah (aliran‑aliran yang sesat), di antaranya Al‑Khawarij.

Tujuan pembahasan Firaq Bathilah ini agar pada kita tidak terjadi Firaq ini, sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh Hudzaifah bin Al‑Yaman dalam sebuah haditsnya yang panjang.

كان الناس يسألون رسول الله (ص) عن الخير وكنت اسأله عن الشر مخافة أن يدركني

“Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasulullah perihal kebaikan, tapi saya bertanya kepadanya perihal keburukan karena takut hal itu menimpa diriku.”

Di samping itu pengetahuan tentang Firaq ini menjadi kebutuhan kita untuk memberi hujjah kepada orang-orang yang mungkin memiliki sikap‑sikap yang juz’i dan menyimpang dari Islam.

AL-KHAWARIJ (الخوارج)

Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin (37H/657). Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah (2):207. Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara selain Allah).

Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islarn sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,

إبن تيمية: أول بدعة ظهورا في الإسلام بدعة الخوارج

“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”

Kemudian hadits‑hadits yang berkaitan dengan firaq dan sanadnya benar adalah hadits‑hadits yang berkaitan dengan Khawarij scdang yang berkaitan dcngan Mu’tazilah dan Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar Sahabat atau hadits lemah, ini menunjukkan begitu besarnya tingkat bahaya Khawarij dan fenomenanya yang sudah ada pada masa Rasulullah saw. Di samping itu Khawarij masih ada sampai sekarang baik secara nama maupun sebutan (laqob), secara nama masih terdapat di daerah Oman dan Afrika Utara sedangkan secara laqob berada di mana‑mana. Hal seperti inilah yang membuat pembahasan tcntang firqah Khawarij begitu sangat pentingnya apalagi buku‑buku yang membahas masalah ini masih sangat sedikit, apalagi Rasulullah saw. menyuruh kita agar berhati‑hati terhadap firqah ini.

Fakta munculnya Khawarij bukanlah pada masa Ali r.a. sebagaimana sebagian para ahli sejarah menyebutkan, tapi sudah muncul pada masa Utsman r.a. baik secara ajaran maupun dalam bentuk aksi nyata. Buku sejarah banyak menyebutkan ini seperti buku sejarahnya Imam At‑Thabari dan Ibnu Katsir. Dalam buku tersebut orang yang memberontak kepada Utsman r.a. disebut Khawarij. Hal ini dikuatkan oleh fakta sejarah berikutnya dimana mereka berhasil membunuh Utsman r.a. Kemudian umat Islam membai’at Ali r.a. termasuk sebagian besar orang‑orang yang telah membunuh Utsman r.a. Sementara itu Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Aisyah, dan sahabat yang lain keluar dan menuntut pembelaan terhadap Utsman r.a. Ali r.a. berkata, “Saya setuju dengan pendapat Anda, tapi mereka sangat banyak dan bercampur dalam pasukan kami.” Ali r.a. menghendak masalah Khalifah diselesaikan dahulu baru menyelesaikan orang‑orang yang membunuh Utsman. Kemudian antara pihak Ali r.a. dan Aisyah r.a. sudah terjadi kesepakatan bahwa mereka tidak akan berperang kecuali untuk menuntut pembunuh Utsman, tapi orang‑orang yang membunuh Utsman membuat fitnah lagi dalam Perang Jamal. Mereka memisahkan diri jadi dua, sebagian bersama Ali dan sebagian bersama Aisyah; dan mereka berdua saling melempar lembing, dan satu sama lain mengatakan bahwa Ali telah berkhianat dan Aisyah telah berkhianat, maka terjadilah apa yang terjadi dalam Perang Jamal.

Pada waktu terjadi peperangan antara Ali r.a. dengan Muawiyah r.a., mereka juga bersama Ali dalam suatu peperangan yang terkenal dalam sejarah disebut Perang Shiffin. Dalam buku‑buku tarikh Syi’ah juga ditulis dalam buku‑buku tarikh Sunnah, disebutkan ada pihak ketiga yang netral di antaranya Abdullah bin Umar, Abu Musa Al‑Asyari, Zaid bin Tsabit, dan yang lainnya yang mencoba mengadakan ishlah pada keduanya dan mempertemukan keduanya. Terjadilah suatu dialog antara utusan Ali r.a. dengan Muawiyah bin Abi Sofyan.

“Apakah Anda memerangi Ali karena Anda ingin menjadi khalifah?” Muawiyah berkata, “Saya tahu diri saya. Saya tahu diri saya jauh di bawah Ali, dan tidak ada dalam benak saya keinginan untuk menjadi khalifah. Saya keluar berperang untuk menuntut darah Utsman.” “Apa betul Anda tidak ingin menjadi khalifah?” Berkata Muawiyah, “Andaikata Ali menyerahkan siapa pembunuh Utsman niscaya saya orang yang pertama berbai’at.” Akantetapi suasana dikacaukan oleh orang‑orang tadi yang akhirnya terjadi Perang Shifiin.

Ketika pihak Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amru bin Al‑Ash untuk meletakkan mushaf di pucuk pedang sebagai tanda ingin berunding. Ali r.a. tahu bahwa ini tipu daya tetapi orang‑orang Khawarij meminta Ali untuk menerimanya bahkan memaksa dan mengancam:

لئن أتيت لنفعلنّ بك كما فعلنا بعثمان لنقتلنك كما قتلنا عثمان

“Jika engkau menolak, kami akan memperlakukan Anda sebagaimana kami memperlakukan Utsman dan kami akan membunuh Anda sebagaimana kami telah membunuh Utsman.”

Akhirnya Ali r.a. menerima dengan terpaksa, kemudian menyuruh panglima perangnya Asytar An‑Nakha’i untuk menerima tahkim. Tapi Asytar juga keberatan atas perintah itu karena ia tahu benar unsur tipuannya sangat besar. Namun, lagi‑lagi orang‑orang Khawarij memaksa Asytar dan mengatakan apa yang dikatakan kepada Ali r.a., maka Asytar pun menerima tahkim itu.

Ketika Ali r.a. tahu bahwa pihak Muawiyah mengutus Amru bin Al‑Ash, seorang yang diketahui ahli diplomasi, maka Ali r.a. mengutus Abdullah bin Al‑Abbas. Tapi lagi‑lagi orang Khawarij membuat ulah dan berkata, “Kalau Anda mengutus Ibnu Abbas apa bedanya Anda dengan Utsman. Kami memerangi Utsman karena dia selalu mengangkat keluarganya sendiri. Sekarang Anda mengutus Ibnu Abbas, keponakan anda sendiri.” Mereka meminta yang menjadi utusan dari pihak Ali adalah Abu Musa Al‑Asy’ari, tokoh netral. Tapi Ali tahu kalau Abu Musa bukanlah orang yang cocok pada masalah ini, dia terlalu lugu (ikhlash). Mereka bersikeras dan mengancam Ali r.a., sampai dalam hal ini Ali berkata,

كنت بالأمس أميرا وكنت اليوم مأمورا

“Dulu saya bisa memimpin tapi saya sekarang jadi dipimpin.”

Kemudian setelah acara tahkim usai dengan hasil yang sangat merugikan Ali r.a., permasalahan ternyata belum selesai. Orang Khawarij membuat ulah lagi dengan mengkafrkan Ali r.a. dengan berkata,

كفرت لأنك حكمت رجالا في حكم الله, إن الحكم إلا لله

“Anda telah kafir karena Anda telah menyerahkan urusan tahkim kepada orang dalam hukum Allah. Tiada yang berhak menghukum melainkan Allah.”

Dan mereka keluar dari pasukan Ali –jumlah mereka sebanyak 12.000 orang–, maka terpaksa Ali menghadapi mereka dan menyuruh Ibnu Abbas untuk berdiskusi dengan mereka.

Fenomena sikap Khawarij banyak terjadi sekarang dan biasa disebut Neokhawarijisme bahkan bisa jadi dekat dengan kita, apalagi hal itu telah diprediksi oleh Rasulullah saw. Ibnu Abbas ketika mengadakan dialog dengan mereka menyebutkan beberapa ciri‑ciri di antaranya: Mereka sangat wara’, pakaiannya sangat sederhana, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidatnya hitam, telapak tangan dan kakinya kapalan, dan meraka disebut qura’ yaitu orang yang bagus bacaannya dan lama bila membaca Al-Qur’an.

Untuk melihat sifat‑sifat mereka lebih jauh, kita lihat hadits‑hadits Rasul saw. yang membicarakan hal ini, diantaranya:

عن أبي سعيد الخذري قال: بينما نحن عند رسول الله (ص) وهو يقسم قسما أتاه ذوالقويصرة وهو رجل من بني تميم فقال: يا رسول الله اعدل. قال رسول الله (ص) ويلك ومن يعدل إن لم اعدل؟ قد خبتُ وخسرتُ إن لم اعدل. فقال عمر بن خطاب (ض) يا رسول الله ائذن لي فيه اضرب عنقه. قال رسول الله (ص) دعه فإن له أصحابا يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم وصيامه مع صيامهم يقرئون القران لا يجاوز تراقيهم ويمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية

Dari Abi Said Al‑Khudry berkata, Tatkala kami bersama Rasulullah saw. dan beliau sedang membagikan ghanimah, datang Dzul Khuwaishirah salah seorang dari Bani Tamim dan berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah!” Berkata Rasulullah saw., “Celaka! Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak berbuat adil? Niscaya saya celaka dan binasa jika saya tidak adil.” Berkata Umar bin Khattab, “Wahai Rasulullah! Ijinkan saya memenggal lehernya.” Berkata Rasulullah saw., “Biarkanlah dia. Sesunggulinya dia mempunyai banyak teman, dirnana dianggap remeh shalat di antara kalian dibanding shalat mereka, puasa kalian dibanding puasa mereka, mereka membaca Al‑Qur’an tidak sampai kecuali pada tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Pada hari Hunain Rasulullah saw. mengutamakan sebagian manusia dalam pembagian ghanimah. Beliau memberi Al‑Aqra bin Habis Al‑Handhaly 100 unta, memberi Uyainah bin Badrul Fijary dengan jumlah yang serupa dan memberi para pembesar Arab, beliau mengutamakan mereka dalam pembagian. Maka berkata salah seorang, “Demi Allah, pembagian ini tidak adil dan tidak bertujuan untuk mencari ridha Allah!” (HR. Muslim)

وفي رواية: إن من ضئضئ هذا قوما يقرئون القرآن لا يجاوز حناجرهم يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان يمرقون الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد

Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya dari keturunan ini ada kaum yang membaca Al-Qur’an yang tidak sampai kecuali pada kerongkongan, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala, mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, jika saya menjumpai mereka pasti akan saya bunuh mereka seperti membunuh kaum Aad.” (HR. Bukhari dan Muslim)

سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام

“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al‑Qur’an tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم تراقيهم

“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al‑Qur’an, mereka mengira bacaan Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru membahayakan dirinya. Shalat mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka.” (HR. Muslim)

يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في شيء

“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak untuk mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)

لايزالون يخرجون حتى يخرج آخرهم مع المسيح الدجال

“Mereka akan senantiasa keluar sampai pada yang terakhir bersama Al-Masih Ad-Dajjal. Jika kalian bertemu mereka, maka bunuhlah; merekalah sejelek-jelek penciptaan dan sejelek-jelek makhluk.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim)

الخوارج كلاب أهل النار

“Al-Khawarij adalah anjingnya ahli neraka.”

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sifat-sifat, nilai, fenomena, dan kedudukan mereka.

Sifat‑sifat Khawarij

I. Mencela dan Menyesatkan (الطعن والتضليل)

Orang‑orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain, bahkan Rasul saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian ghanimah. Kalau terhadap Rasul sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar itu, apalagi terhadap Muslim yang lainnya, tentu dengan mudahnya mereka menganggap kafir. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain. Fenomena ini sekarang banyak bermunculan. Efek dari mudahnya mereka saling mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah pecah disebabkan kesalahan kecil yang mereka perbuat.

2. Buruk Sangka (سوء الظن)

Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang‑orang Khawarij adalah kaum yang paling mudah berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. bahwa beliau tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh Rasulullah saw. tidak mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar menanyakan cara dan tujuan Rasulullah saw. melebihkan pembesar‑pembesar dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka dakwah dan ta’liful qulub. Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.

3. Berlebih‑lebihan dalam ibadah (المبالغة في العبادة)

Ini dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang sangat sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat‑seratnya karena cuma satu dan sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka hitam karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’. Mereka disebut quro’ karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah saw. sendiri membandingkan ibadah orang‑orang Khawarij dengan sahabat yang lainnya, termasuk Umar bin Khattab, masih tidak ada apa‑apanya, apalagi kalau dibandingkan dengan kita. Ini menunjukkan betapa sangat berlebih‑lebihannya ibadah mereka.

4. Keras terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lainnya (التشدد على المسلمين والترخص على غيرهم)

Hadits Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh orang Islam, tetapi membiarkan penyembali berhala. Ibnu Abdil Bar meriwayatkan, “Ketika Abdullah bin Habbab bin Al‑Art berjalan dengan isterinya bertemu dengan orang Khawarij dan mereka meminta kepada Abdullah untuk menyampaikan hadits‑hadits yang didengar dari Rasulullah saw., kemudian Abdullah menyampaikan hadits tentang terjadinya fitnah,

القاعد فيها خير من القائم والقائم فيها خير من الماشي

“Yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari yang berjalan….”

Mereka bertanya, “Apakah Anda mendengar ini dari Rasulullah?” “Ya,” jawab Abdullah. Maka serta-merta mereka langsung memenggal Abdullah. Dan isterinya dibunuh dengan mengeluarkan janin dari perutnya.

Di sisi lain tatkala mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma yang jatuh kemudian salah seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang lain mengingatkan bahwa kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu memuntahkan kurma yang dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat babi langsung mereka bunuh, tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang kafir ahli dzimmah, langsung saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang mempunyai babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.

5. Sedikit pengalamannya (قلة التجربة)

Hal ini digambarkan dalam hadits bahwa orang‑orang Khawarij umurnya masih muda‑muda yang hanya mempunyai bekal semangat.

6. Sedikit pemahamannya (قلة الفقه)

Disebutkan dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang bodoh), berdakwah pada manusia untuk mengamalkan Al‑Qur’an dan kembali padanya, tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya. Merasa bahwa Al‑Qur’an akan menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan membahayakannya.

7. Nilai Khawarij

Orang‑orang Khawarij keluar dari Islam sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw., “Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.”

8. Fenomena Khawarij

Mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat. “Mereka akan senantiasa keluar sampai yang terakhir keluar bersama Al‑Masih Ad‑Dajjal”

9. Kedudukan Khawarij

Kedudukan mereka sangat rendah. Di dunia disebut sebagai seburuk-buruk makhluk dan di akhirat disebut sebagai anjing neraka.

10. Sikap terhadap Khawarij

Rasulullah saw. menyuruh kita untuk membunuh jika menjumpai mereka. “Jika engkau bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka.”

Ibroh (Pelajaran) yang kita dapat

1. Berhati‑hati supaya tidak terjatuh pada Khawarijisme (التخذير من الوقوع)

Secara sosial politik Khawarij bisa muncul kapan saja. Kemunculan pertama Khawarij dimulai dari ketidakpercayaan (‘adamuts tsiqah) sebagian mereka kepada pemimpin kaum Muslimin, yaitu Utsman bin Affan yang mereka anggap tidak adil, nepotisme, dan mengangkat orang‑orang dekatnya. Ditambah ada sosok lain yang tidak suka dengan Islam, yaitu Abdullah bin Saba, yang sangat besar pengaruhnya dalam memecah belah umat Islam. Melihat sejarah awal munculnya Khawarij, sekarang ini fenomena itu tampaknya ada.

2. Bertaubat jika sudah terjatuh (الإنقاذ إن وَقَعَ)

Sejarah pun telah membuktikan banyak umat Islam yang sudah terjatuh pada fitnah Khawarijisme. Di Mesir pada tahun 60‑an banyak kelompok yang keluar dari jama’ah yang benar dan menuduh pemimpinnya lemah, bahkan menuduh sesama muslim sebagai kafir. Untuk menghadapi orang‑orang yang sudah terjatuh pada Khawarij minimal dibutuhkan tiga cara: (1) memilih orang yang cocok untuk menghadapi mereka, (2) cara yang benar, (3) memeranginya jika diperlukan.

Ali, Ibnu Abbas, dan Umar bin Abdul Aziz dianggap orang yang cocok untuk menghadapi Khawarij disamping mereka bertiga memiliki ilmu yang dalam dan bijaksana serta pandai memilih cara yang tepat untuk menghadapi mereka.

Pada saat Ali r.a. menghadapi mereka, beliau bertanya, “Apa yang Anda rasa berat dari saya?” Mereka menjawab, “Karena Anda menyerahkan hak menghukum kepada manusia, padahal tidak ada yang berhak rnenghukum kecuali Allah.” Jawab Ali, “Apakah jika saya mendatangkan dengan dalil Al‑Qur’an kepada Anda, Anda akan kembali?” Mereka menjawab, “Kenapa tidak?” Maka Ali mengambil dalil dari Al‑Qur’an surat An‑Nisa ayat 35 yang artinya, “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki‑laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” “Kalau pada masalah pernikahan saja Allah membolehkan mengambil hakim dari manusia apalagi masalah Khilafah!” Maka sebanyak 4.000 orang dari Khawarij bertaubat.

Begitu juga Ibnu Abbas sebagai sosok yang mampu menghadapi orang‑orang Khawarij. Suatu saat Ali mengutusnya untuk menghadapi Khawarij, maka Ibnu Abbas bertanya pada mereka, “Hal apakah yang membuat Anda dendam kepada Ali?” Mereka menjawab, “Ada tiga, pertama, dalam hal agama Allah, Ali bertahkim pada manusia; kedua, ia berperang tapi tidak menawan pihak musuh dan tidak mengambil harta rarnpasan; ketiga, waktu bertahkim ia rela meninggalkan keamirannya.” Maka jawab lbnu Abbas, “Mengenai bertahkim pada manusia apa salahnya, kemudian beliau membacakan ayat 95 dari surat AI‑Maidah. Tentang ucapan Anda, ia berperang tidak melakukan penawanan, apakah Anda menghendaki agar Aisyah, istri Rasul saw., jadi tawanan? Adapun Ali menanggalkan kekhalifahannya, Ali mencontoh Rasulullah saw. pada saat perjaniian Hudaibiyah.” Demikianlah setelah Ibnu Abbas menyelesaikan dialognya dengan sangat bijaksana, sekitar 20.000 orang Khawarij bertaubat.

Begitu juga Umar bin Abdul Aziz melakukan yang serupa dimana pada masa daulah Bani Umayyah yang paling membahayakan adalah orang‑orang Khawarij. Bahkan daulah punya pasukan khusus untuk menghadapi mereka yang dipimpin oleh Al‑Muhalab bin Abi Shufroh. Suatu saat Umar berdialog dengan salah seorang dari mereka yang bernama Al‑Bistom dan berkata, “Kami siap kembali kepada Anda dengan syarat Anda bertaubat dan melaknati Bani Umayyah.” Umar berkata, “Baiklah, apakah hal ini ada sanad tarikhnya bahwa orang yang bertaubat harus melaknati leluhurnya?” Umar melanjutkan, “Apakah Anda pernah melaknati iblis dan Fir’aun? Mengapa Anda menyuruh saya untuk melaknati orang yang kemungkinan lslamnya masih besar?”

Bukti dari ini semua menunjukkan bahwa Ali, Ibnu Abbas, dan Umar adalah figur yang cocok untuk menghadapi Khawarij berkat ilmunya yang sangat dalam dan kebijaksanaannya. Mereka juga memiliki metodologi yang baik dalam menghadapi mereka. Kebaikan cara dan kebijaksanaan Ali terbukti ketika ditanya, “Apakah Khawarij itu kafir?” Jawab Ali, “Mereka adalah orang yang berusaha lari dari kekafiran.” “Apakah mereka munafik?” Jawab Ali, “Orang munafik tidak menyebut Allah kecuali sedikit, padahal mereka orang yang banyak menyebut nama Allah.”

Kelompok Khawarij ini sangat unik. Hal ini terlihat pada kasus ketika mereka mengadakan kesepakatan untuk membunuh Ali, Muawiyah, dan Amru bin Al‑Ash. Salah seorang yang ditugaskan untuk membunuh Ali adalah Abdurrahman bin Muljam. Abdurrahman sebenarnya enggan diberi tugas untuk membunuh Ali, tapi ketika lewat pada perkampungan Khawarij dia mendapatkan orang yang tercantik di kampung itu dan bapak serta kakaknya sudah tewas terbunuh oleh Ali dalam peristiwa Harura. Perempuan itu bernama Qutom dan sangat dendam pada Ali. Ibnu Muljam berkata pada perempuan itu, “Saya ingin mengawini Anda!” “Boleh, tapi mahar apa yang akan engkau berikan pada saya?” jawab Qutom. “Apa saja yang engkau minta niscaya aku kabulkan,” balas Ibnu Muljam. Maka Qutom mengatakan, “Saya minta 30.000 hamba sahaya, budak yang bisa menyanyi, dan membunuh Ali.” “Kalau yang tiga pertama dapat saya kabulkan, tapi yang terakhir engkau jangan berharap.” Qutom kemudian berkata, “Jika Anda bisa melakukannya, saya akan sembuh dari sakit hati, Anda bisa menikahi saya. Tapi kalau tidak, maka akhirat lebih baik bagi Anda dari dunia dan segala isinya.” Maka terjadilah apa yang sudah terjadi. Dari kasus ini menunjukkan ada kasus yang terselubung dan tidak murni dalam pembunuhan Ali oleh Ibnu Muljam.

Bentuk keunikan lain, mereka adalah kelompok yang mudah dibodohi. Maka, untuk menghadapi mereka diperlukan cara khusus. Hal ini pernah terjadi pada Amru bin Ubaid, salah seorang tokoh Mu’tazilah. Suatu saat ia lewat perkampungan Khawarij dengan ternan‑temannya dan dihadang oleh mereka seraya berkata, “Mana kawan‑kawan Anda, tadi kelihatan banyak?” Jawab Arnru dengan menyitir ayat 6 surat At‑Taubah, “Kami orang yang musyrik yang meminta perlindungan agar dapat mendengar firman Allah.” “Boleh, kami melindungi Anda sekalian. Pergilah, Anda mendapat perlindungan.” Tapi Amru merasa belum aman karena perkampungan Khawarij masih panjang, maka dia berkata, “Tidak begitu. Antarkanlah ia ke tempat yang aman.” Maka orang‑orang Khawarij tadi mengantarkannya. Peristiwa ini menunjukkan pemikiran orang-orang Khawarij yang sangat sederhana yang mengakibatkan mudah diperdaya dengan logika yang sangat sederhana. Sehingga untuk menghadapi mereka, dibutuhkan cara yang tepat dan tidak perlu logika yang berat‑berat.

Cara yang ketiga, memeranginya jika dianggap perlu. Hal ini terbukti ampuh dan juga pernah dilakukan Ali r.a. Pada masa Daulah Abbasiyah kekuatan mereka secara politis sudah bisa dilumpuhkan, kalaupun masih ada hanya bekas‑bekas atau pengaruh pemikiran mereka dan dalam bentuk nilai seperti menyesatkan dan menganggap kafir orang muslim.

3. Mensyukuri pemahaman yang benar (الشكر على الفهم الصحيح)

Kalau kita melihat betapa orang yang ibadahnya sangat rajin, pandai bahasa Arab, masih bisa salah dalam memahami Islam bahkan dicap oleh Rasul sebagai anjingnya ahli neraka, ini menunjukkan betapa besarnya nikmat pemahaman yang benar yang diberikan Allah pada kita.

Salah seorang ulama salaf berkata:

لا أدري بآية إحدى النعمتين أشكر أبالفهم الصحيح أوالتجنيب من البدع

“Saya tidak tahu bagaimana saya harus bersyukur dengan nikmat memahami Islam dengan benar atau mampu menjauhi dari bid’ah.”

Tokoh-tokoh Khawarij

1. Abdullah ibn Wahhab Al-Rasyibi pemimpin sekte Al-Muhakkimat. Beliau adalah tokoh utama dari 12.000 orang yang keluar dari barisan Ali r.a. dan menjadikan Haruriah sebagai basis pergerakan. Di desa itu, Abdullah bersama kroninya mendirikan “khilafah baru” dengan pemimpinnya Abdulllah sendiri.
2. Nafi’ ibn al-Azraq merupakan salah seorang pengikut sekte Muhakkimah yang tersisa dalam peprangan di Nahrawan. Bersama kroni-kroninya, ia kembali menyebarkan paham khawarij dengan berganti baju Al-Azariqah
3. Najdah ibn Amir al-Hanafi, pemimpin sekte al-Najd, merupakan koalisi dari beberapa tokoh Khawarij –seperti Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil, Atiah Al-Hanafi, dan Najdah sendiri– akibat kekecewaan terhadap kepemimpinan Nafi’ Al-Azraq.

Ide-ide Pemikiran aliran Khawarij

1. Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
2. Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
3. Hak khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
4. Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
5. Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh dibunuh.
6. Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
7. Melakukan taqiyyah (menyembungikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
8. Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
9. Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.

Kemunculan gerakan Khawarij sangat kental dengan nuansa politiknya. Persoalan teologi hanya dijadikan komoditi politik untuk melegitimasi gerakan mereka. Allahu a’lam

Dipetik dari http://www.dakwatuna.com/2008/khawarij-dan-sifat-sifatnya/